Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan kepada Uni Eropa (UE) bahwa blok negara itu akan rugi, jika blokade vaksin Covid-19 atas Inggris setelah Brussels mendorong pejabatnya untuk melarang pengiriman ke negara-negara dengan catatan vaksinasi populasi mereka yang lebih baik.
Inggris dibidik UE, karena gagal mengekspor dosis vaksin apa pun ke blok itu akibat Komisi Eropa memperkenalkan kontrol ekspor baru yang dapat mengarah pada larangan pengiriman ke Inggris.
“Saya tidak berpikir bahwa blokade, baik vaksin atau obat-obatan atau bahan untuk vaksin itu masuk akal, dan saya pikir kerusakan jangka panjang akibat blokade bisa sangat besar,” ujar Johnson kepada komite penghubung Uni Eropa seperti dikutip TheGuardian.com, Kamis (25/3/2021).
"Saya akan mencatat siapa pun yang mempertimbangkan blokade atau gangguan rantai pasokan dan menarik kesimpulan tentang apakah masuk akal untuk melakukan investasi pada masa depan di negara-negara pelaku blokade sewenang-wenang diberlakukan," katanya.
Ketika ditanya secara langsung apakah dia akan mengesampingkan tindakan pembalasan jika blokade diberlakukan, Johnson berkata: “Prioritas kami adalah melanjutkan peluncuran vaksin untuk memvaksinasi rakyat Inggris. Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk memastikan hal itu terjadi. "
Pemerintah Inggris dan Komisi Eropa mengatakan, dalam pernyataan bersama pada Rabu (24/3/2021) malam waktu setempat, bahwa pembicaraan tentang kompromi sedang berlangsung dan bahwa mereka sedang membahas solusi yang "sama-sama menguntungkan" untuk memperluas pasokan vaksin. Namun, jelas terlihat bahwa resolusi masih agak jauh.
Baca Juga
Berdasarkan informasi UE yang diterbitkan pada hari Rabu (24/3/2021), negara-negara dengan cakupan vaksinasi tingkat tinggi atau negara yang membatasi ekspor melalui undang-undang atau kontrak mereka dengan pemasok berisiko tidak mendapat kiriman vaksin maupun bahannya.
Inggris memang tidak melarang ekspor vaksin, tetapi pemerintah menandatangani kontrak dengan AstraZeneca yang mewajibkan perusahaan Anglo-Swedia itu untuk mengirimkan dosis yang diproduksi di Oxford dan Staffordshire ke Inggris terlebih dahulu.