Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pelaksanaan ekspor benih bening lobster oleh PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dalam kasus dugaan suap ekspor benih bening lobster yang menjerat eks Menteri KKP Edhy Prabowo.
Hal tersebut didalami penyidik dari pemeriksaan saksi Pegawai Negeri Sipil bernama Riza Priyatna.
“Didalami pengetahuannya, di antaranya mengenai pelaksanaan ekspor benih bening lobster oleh PT ACK,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu (20/3/2021).
Selain itu, KPK mendalami dugaan perintah dari Edhy Prabowo terkait kewajiban bank garansi bagi para eksportir yang mendapat izin ekspor benur di KKP tahun 2020.
Terkait bank garansi ini, KPK sempat menyita uang tunai senilai Rp52,3 miliar yang diduga terkait dengan tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster alias benur, Edhy Prabowo.
Ali mengatakan, bahwa penyitaan itu merupakan salah satu langkah penyidik untuk mengungkap sumber aliran suap ekspor benur. Apalagi, kuat dugaan uang-uang itu berasal dari eksportir benur.
Baca Juga
“Diduga berasal dari para eksportir yang telah mendapatkan izin dari KKP untuk melakukan ekspor benih bening lobster tahun 2020,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (15/3/2021).
Ali mengatakan, Edhy Prabowo diduga memerintahkan Sekjen KKP untuk membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan Bank (Bank Garansi) dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut. Padahal, aturan penyerahan jaminan bank tersebut tidak pernah ada.
"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," kata Ali.
Adapun, KPK menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Mereka adalah Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri KKP Syafri dan Andreu Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, seorang staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin sebagai penerima suap.
"Sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.
Sementara itu, sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Suharjito yang merupakan Direktur PT DPP sebagai tersangka.
Suharjito disangkakan melanggar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP