Bisnis.com, JAKARTA -- Konflik seputar Pilkada Surabaya terus berlangsung meski pasangan Eri Cahyadi - Armuji telah dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya.
Salah satu kasus terbaru adalah adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya.
Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 20-PKE-DKPP/I/2021di Kantor KPU Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya.
Dikutip dari laman resmi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), perkara ini diadukan oleh Novly Bernado Thyssen. Pengadu melaporkan Ketua dan Anggota Bawaslu Kota Surabaya yakni, Muhammad Agil Akbar, Hadi Margo Sambodo, Yaqup Baliyya Al Arif, Usman, dan Hidayat sebagai Teradu I – V.
Anggota Bawaslu Kota Surabaya didalilkan tidak profesional dalam menangani pelanggaran pemilihan terkait dugaan pelanggaran Pasal 71 ayat 3 UU 10 tahun 2016 yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya, sebagaimana surat Bawaslu Nomor: 260/K.JI-38/PM.06.02/X/2020 menyatakan bukan merupakan pelanggaran pemilihan.
Bawaslu Kota Surabaya disebutkan Pengadu tidak menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Laporan tersebut dibuat oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Jawa Timur.
“Laporan KIPP Jawa Timur di mana Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menyalahgunakan program dan kegiatan yang menguntungkan salah satu pasangan calon dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Surabaya,” ungkap Pengadu.
Namun laporan KIPP tersebut dibalas oleh Bawaslu Kota Surabaya dengan menerbitkan surat 260/K.JI-38/PM.06.02/X/2020 menyatakan apa yang dilakukan oleh Wali Kota Tri Rismaharini bukan merupakan pelanggaran pemilihan.
Menanggapi keputusan tersebut, Pengadu kemudian berkirim surat kepada Bawaslu Kota Surabaya untuk meminta penjelasan dan pertimbangan hukum diterbitkannya Surat Nomor 260/K.JI-38/PM.06.02/X/2020.
“Namun Teradu membalas jika permohonan yang diminta Pengadu merupakan informasi yang dikecualikan oleh undang-undang yang tidak bisa diberikan kepada siapapun,” sambung Pengadu.
Penolakan tersebut dinilai tindakan yang bertentangan dengan asas transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dipegang teguh oleh Bawaslu. Profesionalitas Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu juga dipertanyakan oleh pengadu.
Selain itu, para teradu juga disebut tidak proaktif dan objektif dalam menggali informasi terkait pelanggaran pemilihan yang dilakukan oleh Tri Rismaharini. Serta tidak menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemilu.
Dalam persidangan, Bawaslu Kota Surabaya membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan Pengadu. Tidak hanya itu, legal standing (kedudukan hukum) Pengadu dipertanyakan oleh karena bukan pihak yang dirugikan atas dalil aduan yang disampaikan Pengadu.
“Pengadu adalah pihak yang seharusnya bisa berkerja sama dengan Bawaslu Kota Surabaya untuk membuat kajian dan praktik pelanggaran karena sama-sama sebagai pemantau pemilihan,” ungkap Muhamad Agil Akbar salah satu teradu.
Bawaslu Kota Surabaya menegaskan telah melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan pemilihan. Termasuk kegiatan politik yang dihadiri oleh Tri Rismaharini di Taman Harmoni dengan agenda pemberian rekomendasi PDIP kepada bakal pasangan calon Eri Cahyadi dan Armuji.
Pihak teradu menambahkan Bawaslu Kota Surabaya tidak menemukan pelanggaran pemilihan seperti yang disampaikan oleh Pengadu. Atas dasar itu, para Teradu tidak menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh KIPP Jawa Timur.
“Bawaslu Kota Surabaya sudah melakukan pengawasan serta kajian terhadap laporan tersebut dan diputuskan tidak ada unsur pelanggaran,” pungkas pihak Bawaslu.