Bisnis.com, JAKARTA - Rakyat Amerika Serikat berduka setelah 500.000 nyawa melayang akibat Covid-19. Tak bisa dipungkiri awal kenyataan tragis ini dimulai dari presiden yang abai terhadap perintah bermasker.
Amerika Serikat mencatatkan kematian lebih dari setengah juta pada Senin (22/2/2021), jumlah tertinggi atau sekitar 20 persen dari total kematian di dunia. Bahkan, angka tersebut melebihi kombinasi jumlah orang yang gugur pada Perang Dunia I dan II ditambah Perang Vietnam.
Presiden Joe Biden menyebutkan jumlah kematian akibat Covid-19 di Amerika Serikat yang mencapai 500.071 adalah tonggak sejarah atau milestone yang menyakitkan bagi negara.
“Jumlah jiwa yang hilang karena virus lebih banyak dibandingkan dengan bangsa lain di bumi ini,” katanya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (23/2/2021).
Dia bersama Wakil Presiden Kamala Harris mengajak warganya untuk hening sejenak. Dia juga meminta seluruh bendera di gedung federal dipasang setengah tiang selama 5 hari ke depan.
New York Times menyebutkan angka 500.000 tersebut tiga kali lebih banyak dari jumlah kematian akibat kecelakaan di AS pada 2019, delapan kali lebih banyak dari kematian akibat influenza dan pneumonia, dan 10 kali lebih banyak kasus bunuh diri.
Baca Juga
Jumlah tersebut juga lebih banyak dari kematian akibat stroke, diabetes, penyakit ginjal, dan Alzheimer yang mencapai 406.161. Hanya penyakit jantung dan kanker yang mengalahkan jumlah kematian akibat Covid-19.
Profesor kesehatan lingkungan Columbia University Jeffrey Shaman mengatakan jumlah tersebut sangat mengerikan. “Ini adalah kegagalan,” katanya.
Virus corona telah merebak di panti jompo dan rumah pelayanan lainnya, menulari orang-orang kalangan rentan. Sepertiga atau sekitar 163.000 orang yang meninggal di AS berasal dari kelompok rentan.
Jonathan Reiner, analis CNN yang merupakan profesor obat dan operasi George Washington University bahkan menyebutkan kebohongan Donald Trump soal pandemi menghasilkan kematian ratusan ribu orang AS yang tidak perlu.
“Ketika sejarah Amerika melawan virus Corona ditulis, para sejarawan akan mencatat bahwa kebohongan besar Donald Trump tentang penggunaan masker adalah dosa yang nyata,” katanya dalam kolom opini pada Senin (22/2/2021).
Pada masa terakhir Trump di Gedung Putih, kematian sudah mencapai 400.000 di AS. Trump, sebagai kepala negara saat itu dengan gamblang memperlihatkan ketidaksukaannya menggunakan masker.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkunjung ke perusahaan distributor peralatan medis Owens & Minor di Allentown, Pennsylvania, Amerika Serikat, Kamis (14/5/2020), di tengah pandemi wabah virus corona (Covid-19)/Antara - Reuter/Carlos Barria
Menurutnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sekedar menyarankan masyarakat menggunakan masker sebagai tindakan pencegahan.
“Jadi itu sukarela. Anda tidak perlu melakukannya. Mereka menyarankan untuk sementara, tetapi ini sukarela. Saya rasa saya tidak akan melakukannya," katanya pada 3 April di Gedung Putih.
Bahkan, Trump mengejek saingannya, Biden, dalam debat Pilpres. Dia mengatakan hanya menggunakan masker jika diperlukan. Tidak seperti Biden yang selalu muncul dengan masker.
Baca Juga : Trump Tolak Pakai Masker, Ini Alasannya |
---|
"Dia [Biden] bisa berbicara sejauh 200 kaki dari orang-orang dan muncul dengan masker terbesar yang pernah saya lihat," katanya.
Ketika kasus semakin tinggi, Trump mengabaikan petunjuk Koordinator Respons Covid-19 di Gedung Putih Deborah Birx soal pentingnya menggunakan masker dan mengakui adanya data yang ditutup-tutupi.
“Saya melihat Presiden [Trump] memperlihatkan grafik yang tidak pernah saya buat. Saya tahu ada seseorang di luar atau di dalam yang membuat data paralel dan grafik untuk ditunjukkan ke Presiden,” ungkap Birx saat diwawancarai CBS.
Trump lalu terlihat menggunakan masker untuk pertama kalinya pada Juli 2020 dan sempat mengunggah gambarnya di Twitter sambil mengatakan menggunakan masker adalah langkah patriotik.
Anthony Fauci yang telah berkiprah sebagai ahli imunologi di bawah pemerintahan enam presiden selama 36 tahun tersingkir karena dianggap menakut-nakuti rakyat AS.
Fauci telah memperingatkan bahwa Trump akan menghadapi kenaikan kasus selama putaran Pilpres. Alhasil, Trump sendiri positif Covid-19, beberapa hari setelah pertemuan tanpa masker di Rose Garden pada 26 September 2020.
Administrasi baru Joe Biden harus menghadapi tantangan berat untuk menangani wabah yang terlanjur parah di 50 negara bagian. Pada Minggu, Fauci memprediksi orang Amerika tetap harus menggunakan masker sampai 2022.
"Mungkin saja demikian, itu tergantung dari apa yang Anda maksud dari normalitas,” katanya.
Kendati AS sudah memulai program vaksinasi, Fauci tetap memperingatkan pentingnya menjalankan protokol kesehatan untuk melawan virus yang agresif dan strain baru yang muncul. Ya, jangan sampai terlambat lagi atau menyepelekan langkah pencegahan.