Bisnis.com, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) mempertimbangkan untuk menerapkan jerat pidana korporasi bagi perusahaan yang diduga terlibat dalam bancakan dana investasi milik PT Asabri.
Hal itu diungkapkan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono saat memaparkan perkembangan kasus yang telah menjerat 8 orang tersangka tersebut.
"Bisa saja [pidana korporasi], tapi belum sampai ke situ, kita lihat saja nanti," kata Ali, Selasa (2/2/2021).
Kendati demikian, Ali mengakui bahwa jumlah tersangka dalam perkara korupsi yang diduga merugikan negara senilai Rp23,7 triliun itu akan bertambah. Pasalnya, proses penyidikan terus berlangsung sampai dengan saat ini.
Hari ini, misalnya, penyidik gedung bundar memeriksa empat orang bos perusahaan manajer investasi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri.
Keempat bos atau direktur utama yang diperiksa antara lain, Direktur Utama PT Pratama Capital Asset Management Iwan Margana, Direktur Utama PT Victory Aset Manajemen Juntrihary Mastoto Fairly, Direktur Utama PT Oso Manajemen Investasi Rusdi Oesman dan Direktur Utama PT Pool Advista Asset Manajemen Ronald Abednego Sebayang.
Baca Juga
Selain para Direktur Utama, kata Leonard, penyidik Kejagung juga turut memeriksa pihak lainnya yaitu Komisaris PT Strategic Management Services Danny Boestami, Kepala Divisi Pelaksana Investasi PT Asabri R. Pradopo, Direktur Ritel PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia Sugiharto Widjaja, Komite Audit PT Asabri berinisial Igor Manindjo.
Pihak Kejagung menjelaskan bahwa pemeriksaan seluruh saksi itu bertujuan untuk mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri yang merugikan keuangan negara sebesar Rp23,7 triliun.
Pemidanaan korporasi telah diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menegaskan bahwa korporasi bjsa dijerat sebagai subyek atau pelaku tindak pidana korupsi.
Sementara mekanisme pemidanaan korporasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.13/2016. Perma itu menjelaskan bahwa korporasi dapat menjadi subyek hukum atau bertanggungjawab atas perbuatan pidana.
Syaratnya, korporasi itu menerima keuntungan dari suatu tindak pidana, membiarkan suatu tindak pidana, atau tidak melakukan pencegahan ketika suatu tindak pidana dilakukan.
Sanksi yang dijatuhkanpun bermacam-macam, bisa berupa denda. Namun jika korporasi yang sudah diputus bersalah dan tidak membayar denda, aset-aset miliknya bisa disita oleh negara.
Dalam konteks kasus Asabri, tiga dari 8 tersangka yang ditahan Kejagung adalah bos dari suatu korporasi. Benny Tjokrosaputro, misalnya, dia adalah bos dari PT Hanson International Tbk. (MYRX).
Selain Bentjok, adapula nama Heru Hidayat-Komisaris PT Trada Alam Minera danPresiden Direktur PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi yang menjadi tersangka dalam perkara korupsi Asabri. "Jadi kita tunggu alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik," tukas Ali Mukartono.