Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman menegaskan kekhawatirannya bahwa peraturan pengganti undang-undang atau Perppu Covid-19 digunakan untuk memanfaatkan uang negara bagi kepentingan sekelompok pihak benar adanya.
Hal itu diungkapkannya melalui unggahan di akun Twitter resminya, @BennyHarmanID, Kamis (28/1/2021) pukul 13.33 WIB. Dia mengatakan korupsi itu hal biasa.
Namun, sambung politisi Partai Demokrat ini, korupsi menjadi luar biasa ketika dana bantuan sosial yang nilainya triliunan rakyat disalahgunakan. Padahal, bantuan itu ditujukan untuk membantu rakyat yang susah, menderita dan terhimpit ekonominya akibat pandemi Covid-19.
"Apa yg dulu kami khawatirkan bahwa Perpu Covid-19 dipake untuk membancak uang megara benar adanya.Rakyat Monitor!" tulisnya dalam akun Twitter tersebut.
Korupsi itu mungkin hal biasa. Menjadi luar biasa ketika dana Bansos triliunan utk bantu rakyat yang susah, menderita, dan terhimpit ekonominya akibat Covid dikorupsi.Apa yg dulu kami khawatirkan bahwa Perpu Covid-19 dipake untuk membancak uang megara benar adanya.Rakyat Monitor!
— Benny K Harman (@BennyHarmanID) January 28, 2021
Hingga berita ini dituliskan, unggahan itu sudah disukai oleh sekitar puluhan pengguna Twitter, dikutip ulang oleh belasan warganet.
Ini bukan kali pertama Benny mengomentari penyaluran bantuan sosial di tengah pandemi Covid-19. Sebelumnya, dia meminta penjelasan Menteri Sosial Tri Rismaharini terkait informasi yang menyebutkan terdapat belasan juta penerima fiktif bantuan sosial alias bansos.
Baca Juga
“Mensos Ibu Risma yth. Mohon jelaskan terbuka informasi beredar luas ttg 16,7 juta penerima Bansos fiktif, tidak ada NIK. Kalo tidak, ini bakal menjadi skandal besar yg meledak awal tahun. Ingat, protes menurunkan pemimpin antara lain karena pusaran korupsi sekitar istana.Liberte!” demikian unggahannya di Twitter, Selasa (19/1/2021).
Komentar Benny itu menindaklanjuti pernyataan Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan yang menyampaikan bahwa pihaknya menemukan 16,7 juta penerima bansos tidak memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan).