Bisnis.com, JAKARTA - Komisi II DPR RI akan membentuk panitia kerja mengevaluasi pelaksanaan Pilkada serentak 2020 setelah ditemukannya sejumlah pelanggaran dan kekurangan selama pelaksanaan pemilihan.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Dolly Kurnia menilai masih perlu dilaksanakan evaluasi terkait pemilihan serentak pada 9 Desember 2020. Dalam simpulan rapat disebutkan masih terdapat pelanggaran dan sengketa Pilkada tahun lalu.
Selain itu, DPR menilai masih ada indikasi praktik politik uang, ditemukannya permasalahan dalam daftar pemilih tetap, adanya pelanggaran netralitas ASN dan TNI/Polri serta lemahnya komunikasi dan koordinasi antar penyelenggara pemilu.
“Untuk menindaklanjuti permasalahan Pilkada serentak tahun 2020 di atas, Komisi II DPR RI membentuk Panitia Kerja [Panja] evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2020,” katanya di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
Kendati demikian, Komisi II DPR RI mengapresiasi pelaksanaan Pilkada serentak 2020 yang dinilai berjalan sukses. Dolly Kurnia mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh instansi yang terlibat dalam pelaksanaan Pilkada.
Seluruh instansi tersebut yaitu Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, Parpol, pasangan calon, Polri, Kejaksaan, TNI, Satgas Covid-19 dan seluruh masyarakat yang terlibat dalam pemilihan.
Baca Juga
“Kami atas nama Komisi II DPR RI mengucapkan terima kasih banyak kepada Kementerian Dalam Negeri khususnya pak Mendagri. Kami tahu pak Menteri dan seluruh aparatnya keliling dan memantau langsung.”
“Kemudian juga kepada KPU RI, seluruh penyelenggara KPU sampai ke tingkat TPS, terima kasih banyak. Apresiasi kepada seluruh penyelenggara terutama kita memberikan belasungkawa kepada aparat penyelenggara yang mungkin dalam masa tugasnya gugur,” tuturnya.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaporkan adanya 196 dugaan pelanggaran politik uang saat Pilkada serentak 2020. Selain itu, ratusan pelanggaran lain juga terjadi sepanjang tahapan pemilihan berlangsung.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan, terdapat 196 dugaan pelanggaran politik uang. Dari angka tersebut, 31 laporan di antaranya diteruskan ke penyidik, 76 diputuskan pengadilan serta 96 dihentikan oleh pengawas.
“Ada 48 TPS yang kita rekomendasikan dan seperti disampaikan KPU sudah ditindaklanjuti rekomendasi dari jajaran Bawaslu mengenai penghitungan suara ulang dan pemungutan suara ulang ada di beberapa daerah,” katanya.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa terdapat pelbagai jenis pelanggaran yang terjadi selain politik yang. Abhan merinci 1.489 laporan merupakan pelanggaran administrasi dan 288 pelanggaran kode etik termasuk badan adhoc.
Kemudian, 179 pelanggaran pidana dan 1.562 adalah pelanggaran hukum lainnya. Dia menjelaskan bahwa pelanggaran pidana dapat berupa netrlitas ASN, pejabat negara dan pejabat desa, politik uang bagi pemberi dan penerima, keterangan tidak benar atau surat palsu.