Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Rizal Ramli mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak legal standing dirinya terkait gugatan penghapusan ambang batas presiden atau presidential treshold.
“MK lebih mendengarkan suara kekuasaan. MK ketakutan membiarkan kami hadir di pembahasan substansi perkara. Para hakim di MK tidak memiliki bobot intelektual, kedewasaan akademik, dan argumen hukum yang memadai untuk mengalahkan pandangan kami,” kata Rizal melalui keterangan tertulis pada Minggu (17/1/2021).
Pasalnya, Rizal menuturkan, dari 12 kasus gugatan Judicial Review tentang Presidential Threshold sebelumnya sebagian besar diproses dan dibahas oleh MK.
“Luar biasa aneh dan sedemikian teledor serta tidak logisnya pikiran hakim MK yang mensyaratkan agar penguggat Presidential Threshold harus didampingi atau mewakili parpol,” kata dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Pemilu terkait ambang batas perolehan suara bagi pemilihan presiden (presidential threshold).
Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 74/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh ekonom senior Rizal Ramli (Pemohon I) dan Abdulrachim Kresno (Pemohon II).
Baca Juga
“Pokok permohonan pemohon tidak bisa dipertimbangkan. Mengadili permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang dikutip dari laman resmi MK, pada Kamis (14/1/2021).
Sebelumnya, Rizal Ramli selaku pemohon menjelaskan bahwa dirinya hendak mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pemilu 2024. Namun keberadaan Pasal 222 UU Pemilu dinilai telah menghambat proses pencalonannya.
Di sisi lain, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menjelaskan mahkamah berpendapat hal yang dipermasalahkan kedua pemohon bukanlah masalah konstitusionalitas norma.
Namun, kata Arief, sampai permohonan itu diajukan, tidak terdapat bukti yang dapat meyakinkan bahwa Rizal Ramli pernah dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon presiden.