Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terbongkar! Ini Modus Ormas Teroris Galang Dana Publik

FPI bukan satu-satunya organisasi masyarakat yang pernah diblokir rekeningnya oleh pemerintah. Ada banyak organisasi lain yang mengalami nasib serupa. Skema pemblokiran memang menjadi salah satu strategi pemberantasan tindak pidana terorisme yang dijalankan oleh banyak negara.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memblokir 59 rekening milik Front Pembela Islam (FPI). Tindakan itu dilakukan menyusul penetapan FPI dan organisasi underbow -nya sebagai organisasi terlarang. FPI dianggap kerap mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, saat membacakan SKB pembubaran FPI, menyebutkan sebanyak 35 anggota FPI terlibat tindak pidana terorisme dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. 

Selain itu, sebanyak 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya, dimana 100 di antaranya telah dijatuhi pidana. "FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan sweeping di tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang  penegak hukum," kata Prof Eddy, akhir Desember lalu.

Adapun PPATK menjelaskan bahwa pemblokiran rekening dilakukan untuk merespons keputusan pemerintah yang menetapkan dan menghentikan seluruh aktivitas atau kegiatan FPI. "Sampai dengan Selasa (5/1/2021), sesuai Pasal 40 ayat (3) PerPres No.50/2011, PPATK telah menerima 59 Berita Acara Penghentian Transaksi dari beberapa penyedia jasa keuangan atas rekening FPI, termasuk pihak terafiliasinya," tulis PPATK dalam siaran resminya.

Di sisi lain, Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar menyebutkan bahwa pemblokiran rekening FPI telah dibekukan pascapenetapan FPI sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah. Dalam rekening itu, kata Aziz, terdapat uang puluhan juta rupiah.

"Cuma puluhan juta digarong juga," kata Aziz, Senin (4/1/2021).

Aziz mengatakan rekening FPI itu dibekukan pada 30 Desember 2020 atau segera setelah pelarangan organisasi diumumkan oleh pemerintah. Meskipun demikian, Aziz mengatakan pihaknya tak berencana mengajukan upaya hukum untuk pembukaan kembali rekening FPI itu.

"Hukum Allah saja untuk hadapi kedzaliman," ujarnya.

Bukan Satu-Satunya

FPI bukan satu-satunya organisasi yang pernah diblokir rekeningnya oleh pemerintah. Terutama dalam kasus radikalisme dan terorisme. Skema pemblokiran, dalam catatan Bisnis, adalah salah satu strategi pemerintah untuk memberantas tindak pidana terorisme.

Apalagi dengan status terorisme sebagai salah satu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan termasuk transnasional crime. Pemblokiran rekening, selain akan memutus sumber pendanaan, sekaligus memperlemah gerakan terorisme di suatu negara.

Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan sampai dengan Oktober 2020, transaksi mencurigakan terkait terorisme mencapai 1.287 kasus. Kendati turun 2,4 persen dibandingkan tahun lalu, transaksi mencurigakan terorisme tetap tinggi dan masuk peringkat 4 besar di bawah korupsi dan narkoba.

Adapun modus penggalangan dana yang dilakukan organisasi atau yayasan yang terafiliasi dengan terorisme juga beragam. Namun lazimnya, organisasi-organisasi itu, menggalang dana dari masyarakat dengan modus bantuan kemanusiaan yang disalurkan melalui rekening perbankan.

Menariknya, data intelijen keuangan menunjukkan, ada kecenderungan proses penggalangan dana tersebut dilakukan lewat bank umum, bukan menggunakan bank syariah yang mekanisme kerjanya sesuai prinsip syariah Islam. 

Hal ini tampak dari sisi persentasenya penggunaan bank untuk fundraising, penggunaan bank umum mencapai 64 persen atau jauh lebih besar dibandingkan bank syariah yang hanya 36 persen. "Hal ini dikarenakan jaringan bank umum lebih luas dan juga fasilitas lainnya," demikian tulis sebuah laporan yang dikutip Bisnis, Kamis (9/1/2021).

Hasil identifikasi lembaga intelijen keuangan itu juga menemukan aliran dana yang diduga terkait dengan pendanaan terorisme itu mengalir ke rekening milik 8 ormas atau yayasan. 

Aliran dana tersebut sebagian besar dihimpun dari dalam negeri dengan modus pengumpulan donasi melalui media sosial maupun pencantuman rekening perbankan atau nasabah ormas.

Setelah terkumpul, dana tersebut kemudian disimpan dalam berbagai jenis simpanan yang disediakan perbankan. Umumnya simpanan ormas atau yayasan yang dicurigai mendanai aksi teror tersebut dalam bentuk giro. Persentasenya mencapai 56,76 persen. 

Sementara sisanya, dalam bentuk tabungan bisnis 10,8 persen, tabungan dengan internet banking 2,7 persen, tabungan 27,03 persen, dan deposito 2,7 persen.

Informasi soal transaksi nasabah ormas milik Yayasan ASA bisa menjadi contoh. Yayasan ini bermula dari sebuah event organizer kemudian berkembang menjadi yayasan yang fokus membantu korban kemanusiaan di negeri Syam (Suriah) dan juga Palestina. Dua negara ini diketahui sedang dilanda konflik. 

Yayasan itu mengumpulkan dana melalui media sosial dengan mencantumkan sejumlah rekening perbankan nasional. Kejanggalan mulai tampak ketika pemerintah menemukan transaksi antara ASA dengan sebuah lembaga amal di Turki.

Yayasan ASA diketahui melakukan perjanjian dengan suatu pihak di Turki. Surat tersebut ditandatangani oleh  Mr.Y yang mewakili pihak ASA. Namun, berdasarkan data perubahan badan atau yayasan Mr.Y tidak tercantum dalam akta tersebut baik sebagai pendiri, pembina maupun pengurus.

Usai perjanjian disepakati, Yayasan ASA kemudian menransfer dana ke 3 foundation di Turki dalam beberapa gelombang yakni pada 12 November dan 31 Desember 2019 ASA mengirim duit senilai masing-masing Rp518,5 juta dan Rp346,9 juta melalui bank di Turki.

Sementara, pada tanggal  16 Juli 2019 yayasan ini juga mengirim dana ke organisasi B senilai U$700 melalui bank di Turki. Sementara pada tanggal 14 Februari 2020 terdapat transfer ke melalui bank sebesar US$8.750.

Adapun PPATK telah merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pengawasan berbasis risiko Ormas. Salah satunya dengan memeriksa laporan keuangan ormas untuk memastikan dana yang masuk dan dana yang digunakan tidak terkait tindak pidana terorisme.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper