Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tengah berbenah terkait tata kelola benih bening lobster atau benur.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Prof Ari Purbayanto menilai keputusan penghentian sementara ekspor benur yang diambil Wahyu, dipandang tepat.
Menurutnya, dugaan monopoli ekspor dan permasalahan tata niaga benur di lapangan akan menjadi lebih sulit apabila ekspor tetap berlanjut. Kondisi tersebut akan semakin rumit bila tidak dihentikan.
Dia menyebut jumlah benur di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan negara lain di dunia. Tetapi, diperlukan pengelolaan yang baik termasuk jumlah tangkap yang diizinkan dan alokasi penangkapan.
Tata kelola ini sejatinya telah diatur dalam Permen KKP No. 12/2020 tentang pengelolaan lobster. Salah satunya terkait eksportir yang wajib melakukan budidaya lobster sebgaai syarat sebelum ekspor.
"Pada kenyataannya tidak demikian. Budidaya belum atau tidak dilakukan atau dilakukan hanya untuk memenuhi syarat memperoleh izin. Jadi kegiatan budidaya benur ini belum dilakukan secara serius apalagi masif. Sehingga benur yang dibeli dari nelayan sebagaian besar diekpor," kata Ari dalam keterangannya, Sabtu (9/1/2021).
Baca Juga
Dia menuturkan bahwa Menteri Wahyu harus membuat tata kelola soal benur dengan baik. Salah satunya membangun kemitraan yang saling menguntungkan antara eksportir atau industri budidaya dengan nelayan.
Langkah tersebut dapat dilakukan melalui koperasi atau kelompok usaha bersama (KUB). Eksportir tidak hanya membeli benur dari nelayan melalui KUB untuk diekspor ataupun budidaya. Mereka juga harus melakukan pembinaan termasuk perikatan kerja sama dengan nelayan.
“Ini yang belum terjadi," terang Kepala Divisi Sumberdaya Ikan dan Kewilayahan Perikanan Tangkap IPB ini.
Selama ini, eksportir melalui agen membeli putus benih lobster dari nelayan melalui KUB dengan harga yang ditetapkan eksportir. Tidak ada perjanjian kerjasama dengan KUB.
"Ini yang dikeluhkan nelayan yang kami survei di Lebak Banten pada November-Desember 2020," jelas Ari.
Adanya kelompok usaha bersama maupun koperasi kata dia akan memberikan perlindungan dan jaminan sosial kepada nelayan selain sebagai media negosiasi dengan para eksportir.
Sejumlah kalangan menyarankan model pengelolaan benih lobster harus terintegrasi dari hulu ke hilir. Pemanfaatan lobster selain memperhatikan aspek kelestarian, juga harus dilihat dari sisi ekonomi demi menunjang kesejahteraan nelayan dan pembudidaya lobster.
Saat ini potensi benih lobster sebanyak 25,1 miliar ekor dengan survival rate sebesar 30 persen. Dari potensi tersebut, kebutuhan pasar ekspor terutama ke Vietnam mencapai 50 juta ekor.
Dari kuota pasar ekspor tersebut, sebanyak 2 persen benih lobster yang ditangkap dari alam harus dibudidayakan, untuk selanjutnya dilepasliarkan.
Dengan ketentuan ini, potensi lobster Indonesia akan terus diupayakan lestari. Ke depannya model pengelolaan lobster adalah budidaya dengan didukung pembinaan pemerintah kepada pembudidaya lobster secara terus menerus.