Bisnis.com, JAKARTA -- Korpolairud Baharkam Polri menggagalkan ekspor benih bening lobster (BBL) sebanyak 134.000 di Kabupaten Lebak, Banten. Total, kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebanyak Rp32 miliar dalam kasus ini.
Kasubdit Gakkum, Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri Kombes Donny Charles Go mengatakan pengungkapan ini bermula dari masyarakat yang melaporkan adanya aktivitas ilegal di tempat pemancingan, Lebak, Banten.
"Dari pengungkapan yang kami lakukan ini, kami berhasil mengamankan benih-benih lobster sebanyak 134.000 benih," ujarnya di Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri, Jakarta Utara, Jumat (4/10/2024).
Kemudian, tim Korpolairud mendatangi TKP pemancingan itu dan menemukan satu gudang sebagai tempat penyimpanan BBL. Di lokasi itu, tim Korpolairud menemukan sejumlah barang bukti dan mengamankan lima terduga pelaku.
Dari lima pelaku, kata Charles, pihaknya telah menetapkan empat tersangka yakni DS yang berperan sebagai kepala gudang, melakukan penyewaan tempat pemancingan dan merekrut anggota.
Tersangka selanjutnya, DD dan DE berperan sebagai tukang kemas dan bekerja sesuai perintah DS. Sementara, tersangka AM merupakan perantara antara pemilik lahan dan DS. AM juga ditugaskan sebagai supir untuk mengangkut BBL yang telah disiapkan BBL.
Baca Juga
"Jadi penggunaan gudang ini berdasarkan hasil yang sudah kita periksa, bahwa memang gudang ini baru beroperasi bulan September," imbuhnya.
Dalam pengungkapan ini, total Rp32 miliar kerugian negara sudah diselamatkan dengan perincian BBL jenis mutiara sebanyak 12.628 benih. Satu benih BBL mutiara diberikan harga Rp200.000. Sementara, BBL jenis pasir yang berhasil diamankan sebanyak 121.352 benih dengan harga satuan ditaksir Rp250.000.
"Dari pengungkapan sejumlah 134 ribu benih-benih lobster ini. Kami jajaran Ditpolair, Korpolairud berhasil menyelamatkan kerugian negara dengan total Rp 32.867.600.000," pungkas Charles.
Atas perbuatannya, para tersangka kemudian terancam dijerat dengan Pasal UU No.45/2009 atas perubahan UU No.31/2004 tentang perikanan, dengan ancaman pidana 8 tahun dan denda Rp1,5 miliar.