Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump diperkirakan akan menyerang Iran secara 'sembrono' pada hari-hari terakhirnya menjabat. Prediksi itu diambil dengan menimbang ketegangan antara Teheran dan Washington menjelang peringatan pembunuhan jenderal Iran Qassem Soleimani.
Perkiraan itu disampaikan ahli militer setelah AS menerbangkan pesawat pembom B-52 ke Teluk tiga kali dalam sebulan terakhir. Pesawat itu diterbangkan dalam apa yang disebut pemerintahan Trump sebagai langkah pencegahan pembalasan Iran atas pembunuhan Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak AS pada 3 Januari tahun lalu.
Dengan sisa waktu kurang dari sebulan di Gedung Putih, Trump berada di bawah tekanan dari sekutu utama di Timur Tengah yaitu Israel dan Arab Saudi untuk mengambil tindakan terhadap Iran, kata Danny Postel, asisten direktur Pusat Studi Internasional Universitas Northwestern seperti dikutip Aljazeera.com, Senin (4/1/2021).
“Trump ibarat hewan yang sangat terluka dan sangat terpojok dalam skenario permainan akhir. Dia punya waktu beberapa minggu lagi, dan kami tahu dia mampu melakukan perilaku yang sangat tidak menentu," kata Postel, pakar kebijakan luar negeri Iran dan AS, kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara.
Awal pekan ini, Iran memperingatkan AS untuk tidak memperburuk situasi menjelang peringatan pembunuhan Soleimani. Menlu Iran Javad Zarif mengatakan pada hari Kamis bahwa intelijen dari Irak menunjukkan adanya konspirasi untuk dalih perang.
"Iran tidak mencari perang tetapi akan terbuka dan langsung membela rakyatnya, keamanan dan kepentingan vitalnya," kata Zarif. Pada hari yang sama, Iran mengutuk "petualangan militer" Washington dalam sebuah surat kepada Dewan Keamanan PBB.
Baca Juga
Pejabat Iran itu berjanji akan balas dendam atas pembunuhan Soleimani di bandara internasional Baghdad.
Trita Parsi, wakil presiden eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft, sebuah wadah pemikir di Washington, DC, mengatakan bahwa pendukung utama Trump terutama kaum Evangelis dan pendukung Israel dapat mendorong konfrontasi dengan Iran.
Sementara itu, Barbara Slavin, direktur Inisiatif Masa Depan Iran, mengatakan bahwa ancaman perang yang lebih luas antara AS dan Iran tetap ada karena Trump dan Israel baru-baru ini mengerahkan lebih banyak aset militer ke wilayah tersebut.
Dalam perkembangan lain, Iran telah mengumumkan rencana untuk memperkaya uranium hingga kemurnian 20 persen atau selangkah lagi dari level senjata nuklir. Langkah itu dilakukan karena ketegangan dengan AS meningkat selama hari-hari terakhir kepresidenan Donald Trump.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengkonfirmasi telah diberitahu tentang keputusan Iran untuk meningkatkan pengayaan di fasilitas Fordow. Lokasi itu tersembunyi di lereng gunung untuk melindunginya dari serangan militer.