Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penelitian LIPI: 35,9 Persen Rumah Tangga Alami Rawan Ketahanan Pangan

Melihat kondisi rawan ketahanan pangan ini, LIPI menyarankan empat hal. Berikut pemaparannya.
Warga beraktivitas di kawasan permukiman padat penduduk, di bantaran Kali Krukut Bawah, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/7/2018)./ANTARA-Aprillio Akbar
Warga beraktivitas di kawasan permukiman padat penduduk, di bantaran Kali Krukut Bawah, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/7/2018)./ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA - Global Hunger Index 2019 mencatatkan ketahanan pangan Indonesia sebelum pandemi Covid-19 tidak begitu baik dan juga terlalu jelek, yakni berada di posisi 70 dari 117 negara.

Akan tetapi setelah adanya pandemi membuat kondisi memburuk. Berdasarkan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 15 September-5 Oktober dengan 1.489 responden, sebanyak 64,07 persen ketahanan pangan rumah tangga berada di angka aman.

“Sementara itu 35,93 persen responden dalam kondisi food insecure [ketahanan pangan tidak aman],” kata Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIP, Purwanto melalui diskusi daring, Kamis (17/12/2020).

Purwanto menjelaskan bahwa dari angka tersebut, 23,84 persen masyarakat dalam kondisi marginal food security. Artinya, kurang mampu bertahan untuk pangan dalam beberapa situasi.

Yang paling mengkhawatirkan adalah 12,09 persen dalam kondisi ketahanan pangan rendah. Ini terdiri atas 10,14 persen low food security (LFS) dan 1,95 persen very low food security (VLFS).

Karakteristik LFS dan VLFS adalah mereka yang memiliki pekerjaan berpendapatan tidak tetap dan rendah. Mereka mencoba bertahan dalam kondisi pandemi dengan mengambil tabungan yang terdiri atas 23 persen LFS dan 20 persen VLFS.

“Mereka yang tidak punya tabungan akan menjual asetnya meliputi 16 persen LFS dan 25 persen VLFS. Saat tidak punya tabungan dan aset, mereka akan berhutang. Ini sebesar 18 LFS dan 13 persen VLFS,” jelas Purwanto.

Melihat kondisi tersebut, Purwanto menuturkan bahwa pemerintah perlu melanjutkan program perlindungan sosial sepanjang 2021 dengan target dan sasaran yang lebih akurat. Pertama, bantuan sembako yang menjadi masalah hukum bisa diganti menjadi uang tunai.

Kedua, menyempurnakan data nomor identitas tunggal dan jaring pengaman sosial dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Ketiga, meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional dengan memperluas area tanam pada komoditas strategis dan komoditas yang selama ini lebih banyak mengandalkan impor.

Keempat, mengoptimalisasi peran Perum Bulog pada penguatan kapasitas logistik komoditas pangan strategis yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah dalam menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran.

“Mengedukasi masyarakat terkait dengan diversifikasi pangan lokal untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi seimbang rumah tangga,” ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper