Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Selandia Baru mengumumkan keadaan darurat perubahan iklim di depan parlemen dan berkomitmen menciptakan pemerintahan netral karbon pada tahun 2025.
Pernyataan itu disampaikan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern yang menyebutnya sebagai salah satu tantangan terbesar di zaman ini, seperti dikutip theguardian.com, Rabu (2/12/2020).
Sebuah mosi yang diajukan di parlemen hari ini mengakui dampak menghancurkan yang akan ditimbulkan oleh cuaca yang tidak menentu dan ekstrem di Selandia Baru.
Kondisi itu juga akan berdampak pada kesejahteraan warga Selandia Baru, terutama pada sektor industri utama.
Demikian juga dengan ketersediaan air dan kesehatan publik akibat banjir, kenaikan permukaan laut, dan kebakaran hutan.
Sebanyak tiga puluh dua negara lain telah mengakui krisis global dengan menyatakan darurat iklim secara resmi.
Baca Juga
Mosi tersebut mengakui "tren yang mengkhawatirkan saat terjadi penurunan spesies dan keanekaragaman hayati global" termasuk penurunan keanekaragaman hayati asli Selandia Baru.
Deklarasi darurat iklim itu didukung oleh Partai Hijau dan Partai Maori, namun ditentang oleh Partai Nasional dan UU.
Berbicara di parlemen, Ardern mengatakan negara harus "segera bertindak".
“Deklarasi ini merupakan pengakuan dari generasi penerus. Pengakuan atas beban yang akan mereka pikul jika kita tidak mendapatkan hak ini dan tidak mengambil tindakan sekarang,” ujarnya.
Mosi di parlemen juga menyerukan pengakuan atas "kemajuan signifikan dalam memenuhi tantangan" oleh negara tersebut melalui penandatanganan Perjanjian Paris dan pengesahan Undang-Undang Nol Karbon 2019, yang mengikat Selandia Baru untuk mengurangi emisi.
Selandia Baru hanya menyumbang 0,17 persen dari emisi global.
Tetapi, angka itu termasuk tinggi dan menempatkannya di urutan ke-17 dari 32 negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Sedangkan emisi bersih Selandia Baru telah meningkat 60 persen dalam dua dekade terakhir.
Sumber emisi CO2 terbesar di negara ini adalah transportasi jalan raya, tetapi sebagian besar gas rumah kaca berasal dari pertanian.