Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa waktu lalu dokter Tirta Mandira Hudhi, relawan Covid-19, mengkritik Satgas Penanganan Covid-19 terkait kerumunan besar yang terjadi di DKI Jakarta.
Kerumunan itu melanggar protokol kesehatan hingga memunculkan tagar #IndonesiaTerserah.
Tirta menjelaskan, Indonesia terserah bukan berarti tenaga kesehatan yang terserah atau menyerah.
“Terserah di sini karena seakan-akan Satgas Covid-19 dan penegak kebijakan terserah saja menegakkan kebijakan, ini kaya gimmick, “asal sesuai protokol” kayak kartu sakti. Pelaksanaan di lapangan kalau salah bilang minta maaf, kerumunan tidak bisa dihandle, tidak terkontrol. Terus kalau tidak bisa terkontrol ngapain kita nulis protokol?“ ujar Tirta di acara ILC, Selasa (17/11/2020) malam.
Dia mengkritik bukan hanya karena kerumunan di bandara saat penjemputan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).
“Mungkin karena HRS massanya banyak, seakan-akan saya hanya menyerang HRS. Saya muslim, jadi tidak ada tendesi saya menyerang personal,” tegasnya.
Baca Juga
Tirta juga menegaskan, bahwa memang selama ini Satgas Covid-19 kebijakannya berubah-ubah, WHO-nya juga berubah-ubah karena virus ini baru. Pertanyaannya, kenapa masyarakat terus melanggar?”
“Ada jurnal mengatakan bahwa rakyat nggak patuh karena trust issue sama pemerintah, karena mereka merasa sudah lama tidak ada perubahan, maka terjadi pembangkangan sipil. Dari Maret April Mei merasa tidak ada hasilnya,” jelas Tirta.
Masalah kepercayaan ini makin menjadi-jadi, karena protokol seperti gimmick. Di Jakarta ada PSBB, jam malam di beberapa tempat, penegak hukum kalau razia masker luar biasa, tapi ketika yang melakukan pelanggaran protokol jsehatan adalah tokoh yang punya massa, mereka tidak melakukan apapun.
“Untuk kasus HRS, kita sudah tahu Pak habib massanya banyak. Harusnya Satgas Covid-19 itu mengajak kolaborasi Pak habib sebagai agen edukasi masyarakat. Yang jadi pertanyaan apakah mereka sudah diajak diskusi? Ternyata, saya konfirm ke teman-teman yang dekat dengan HRS, apakah ada Satgas Covid-19 yang setelah penjemputan mengajak dialog pihak HRS? Tidak ada,” kata dia.
Menanggapi Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo yang kemudian memberikan masker 20.000 ke acara HRS sebagai preventif, Tirta mengatakan hal itu bukan tindakan preventif.
HRS adalah warga sipil, yang akan menggelar pernikahan anaknya pada Sabtu (14/11/2020). Artinya, Satgas Covid-19 mengawasi protokolnya.
Tirta mencontohkan di Yogyakarta, dia membuat prosedur untuk mendapatkan izin acara yang memicu keramaian. Prosedurnya izin suatu kegiatan adalah mendapat rekomendasi dari Satgas Covid-19, ada surat ke Dinas Kesehatan, ke bupati untuk dikeluarkan izin.
“Artinya poinnya adalah Satgas-nya, apakah ada dialog?”
“Preventifnya bukan masker, tapi dialog. Kalau sudah ada dialog, salut saya.Tapi, karena belum ada dialog dengan kerumunan HRS, ini pertanda Satgas lempar-lemparan,” ujar Tirta.