Bisnis.com, JAKARTA – Sejalan dengan rencana pemerintah dalam menyediakan vaksin untuk penanganan Covid-19 di Indonesia, WHO menyebut izin bisa diberikan kepada badan regulator setempat untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat baik untuk obat, alat kesehatan maupun vaksin untuk mempercepat penanganan Covid-19.
Izin penggunaan darurat perlu, antara lain karena kondisi pandemi yang membutuhkan ketersediaan vaksin dengan cepat dan tidak ada atau terbatasnya pilihan vaksin untuk pencegahan penyakit yang menjadi pandemi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Cissy Rachiana Sudjana menjelaskan, bahwa semenjak pemerintah mendeklarasikan Indonesia pandemi Covid-19 pada ada awal Maret lalu, jumlah kasus Covid-19 terus meningkat sampai saat ini.
Usaha untuk menurunkan atau memutus rantai penularan telah dilaksanakan. Namun, masyarakat masih banyak yang tidak patuh melaksanakan protokol kesehatan dan masih senang berkumpul dan tidak menghindari kerumunan. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha lain untuk mengurangi transmisi virus yaitu dengan vaksin.
“Secara normal pengembangan suatu vaksin baru memerlukan waktu lama, namun WHO memperbolehkan adanya percepatan pengembangan vaksin Covid-19 karena kebutuhan yang mendesak saat pandemi,“ ujar Cissy melalui keterangan resmi, dikutip Kamis (5/11/2020).
Sebagaimana telah disebutkan, salah satu cara percepatan yang diperbolehkan adalah dengan adanya izin penggunaan darurat atau EUA.
Baca Juga
“Izin itu diberikan oleh badan regulator di negara masing-masing, untuk Indonesia itu berarti Badan POM. Penting diketahui juga persetujuan darurat itu hanya untuk pemakaian terbatas di saat pandemi dan EUA bukanlah izin edar. Tentunya, syarat EUA antara lain harus memperhatikan aspek keamanan, khasiat, dan mutu,“ tambah Cissy.
Profesor yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Imunisasi IDAI ini menambahkan, bahwa izin penggunaan darurat yang diberikan oleh badan regulator mempertimbangkan rasio kemanfaatan dan risiko, berdasarkan seluruh data mutu, non klinik dan klinik serta risiko kondisi kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit.
Data Uji Klinis
Selain itu, data uji klinis juga diperlukan untuk memastikan keamanan dan khasiat serta mutu vaksin untuk digunakan masyarakat.
“Menurut WHO syarat sebuah vaksin dapat diberikan EUA adalah minimal 50 persen relawan sudah divaksinasi secara penuh dan terus dipantau selama 3 bulan setelah suntikan terakhir. Hal tersebut juga berlaku untuk vaksin jadi yang di import,” tambah Cissy.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi I BPOM Togi Hutadjulu menjelaskan bahwa pengambilan keputusan pemberian izin penggunaan darurat harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya.
Keputusan akan diambil berdasarkan hasil evaluasi data keamanan dan khasiat vaksin. Proses evaluasi keamanan dan khasiat kandidat vaksin melibatkan Tim Komite Nasional Penilai Obat yang terdiri atas para ahli farmakologi, klinisi, dan pakar bidang terkait lain.
“Jika berdasarkan hasil evaluasi vaksin dinyatakan telah memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu, maka BPOM dapat memberikan persetujuan penggunaan kategori EUA,” jelasnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun