Bisnis.com, JAKARTA -- Protein hewani merupakan asupan nutrisi penting bagi manusia, karena kandungan asam aminonya yang lengkap. Salah satu sumber makanan dengan kandungan protein hewani tinggi tersebut adalah daging ayam.
Dengan harga yang terjangkau dan relatif mudah didapatkan, daging ayam dan produk olahannya kini memiliki banyak varian. Namun sayangnya, sebagian masyarakat masih ada yang enggan mengonsumsi daging ayam, khususnya broiler karena ragu terhadap jaminan kesehatan, keamanan, dan kehalalannya.
Denny Lukman, Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner IPB mengatakan salah satu isu yang menimbulkan ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi ayam broiler adalah pemberian hormon pertumbuhan (growth hormone).
Padahal, pelarangan penggunaan hormon bagi hewan konsumsi termasuk pada ayam broiler ini telah secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“Ayam broiler tidak pernah diberi hormon. Ayam broiler cepat tumbuh karena pola budidaya yang baik dan pemberian pakan yang diatur,” ujarnya, Rabu (4/11/2020).
Menurutnya, kunci utama agar kualitas daging ayam broiler tetap terjaga adalah dengan penerapan sistem rantai dingin (cold chain system) yang benar. Suhu kurang dari 4 derajat celcius akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktivitas enzim pada daging.
Baca Juga
“Daging yang disimpan dalam pendingin tidak mengurangi kandungan gizi dan tidak menurunkan mutu," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kesmavet Kementerian Pertanian, Syamsul Ma’arif mengatakan bahwa pemerintah telah menerapkan sertifikasi terhadap produk-produk hewan yang beredar di pasaran untuk menjamin keamanan dari sisi kesehatan dan ketentraman batin konsumen dari sisi kehalalan.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 11 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan. Beleid ini merupakan pengganti dari Permentan No. 381 Tahun 2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah nomor registrasi unit usaha produk hewan sebagai bukti telah dipenuhinya persyaratan higienis dan sanitasi.
“Dengan adanya label NKV, maka telah dijamin keamanan produk hewan yang dipasarkan di Indonesia, karena menerapkan sinergi manajemen pemeliharaan peternakan yang baik sampai produk di meja makan (safe from farm to table),” jelas Syamsul.
Sebagai perusahaan penghasil daging ayam broiler, Rachmat Indrajaya, Direktur Corporate Affairs Japfa mengatakan bahwa pihaknya menjamin kesehatan hewan sebelum dipotong dan juga pada saat pengolahannya.
“Pabrik produksi JAPFA juga sudah dilengkapi teknologi berstandar internasional, sehingga produk yang dihasilkan aman dan sehat untuk dikonsumsi,” tuturnya
Dalam menjaga kualitas produk, JAPFA menerapkan standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), serta sistem keamanan pangan yang sesuai standar nasional dan internasional.
Sigit Pambudi, Head of Marketing RPA - Wilayah Barat PT Ciomas Adisatwa menjelaskan bahwa proses produksi ayam broiler yang diterapkan sudah terstandar secara ketat dari hulu hingga hilir. Perusahaan sangat memperhatikan sistem jaminan pangan mulai dari kandang yang memiliki sertifikat Kompartemen Bebas AI.
Perusahaan juga memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) yang terintegrasi dengan gudang pendingin (cold storage). Selain itu, JAPFA juga mengantongi NKV, sertifikat halal, sertifikat Juru Sembelih Halal (Juleha), HACCP hingga Food Safety System Certification (FSSC).
Sigit berharap, dengan semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat daging ayam broiler ini, tingkat konsumsi protein di tanah air semakin meningkat. Pasalnya, dibandingkan negara tetangga, konsumsi protein masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal.
Data Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2017 menyebutkan, bahwa dari total konsumsi protein, konsumsi protein hewani Indonesia hanya 8 persen, sementara Malaysia mencapai 30 persen, Thailand 24 persen, dan Filipina 21 persen.