Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sebelum Dicopot, Achmad Yurianto Bersuara Soal Pengadaan Vaksin Covid-19

Sebelum ada kabar pencopotan itu, siang ini, Achmad Yurianto masih meladeni pertanyaan wartawan seputar pengadaan vaksin Covid-19. Terutama soal pengadaan vaksin AstraZeneca, karena informasi yang beredar bahwa Kemenkes membatalkan vaksin dari perusahaan asal Inggris tersebut.
Achmad Yurianto. JIBI/Bisnis-Nancy Junita
Achmad Yurianto. JIBI/Bisnis-Nancy Junita

Bisnis.com, JAKARTA - Secara mendadak Acmad Yurianto dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan atau Dirjen P2P sore ini.

Pencopotan tersebut dilakukan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Mantan Juru Bicara Satgas Covid-19 itu digeser menjadi Staf Ahli Menteri Kesehatan. Belum diketahui kapan pengangkatan resmi Yuri, begitu biasa disapa, sebagai staf ahli.

"Staf ahli menteri [kesehatan]," kata Yurianto ketika dikonfirmasi soal pencopotan dirinya seperti dikutip dari Tempo.co, Jumat (23/10/2020).

Sebelum ada kabar pencopotan itu, siang ini Yuri masih meladeni pertanyaan wartawan seputar pengadaan vaksin Covid-19. Bisnis mempertanyakan soal pengadaan vaksin AstraZeneca, karena informasi yang beredar bahwa Kemenkes membatalkan vaksin dari perusahaan asal Inggris tersebut.

Yuri membenarkan bahwa Kemenkes belum ada ikatan kontrak dengan AstraZeneca mengenai pembelian vaksin Covid-19. Menurutnya, perjanjian yang diteken dengan perusahaan vaksin tersebut adalah Letter of Intentions (Lol) pada 14 Oktober 2020.

LoI adalah suatu komitmen perusahaan untuk menunjuk perusahaan lain guna melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan kontrak yang sedang disusun. Secara kontraktual, LoI bukanlah instrumen yang mengikat para pihak. "Kita kan baru tandatangani LoI," ujar Yuri, siang ini.

Menurut Yuri, setelah LoI diteken harus ditindaklanjuti dengan kajian dari tim ahli, sehingga tidak langsung meneken kontrak pembelian atau memberikan uang muka pembayaran. "Kalau kajiannya belum selesai terus kita mau ngapain?" imbuhnya.

Apalagi ada fakta relawan vaksin AstraZeneca yang meninggal di Brasil. Hal itu masuk di dalam kajian tim ahli Kemenkes sehingga belum ada keputusan apakah Indonesia akan membeli vaksin tersebut. Sebagai informasi bahwa Amerika juga membatalkan pengadaan vaksin dari AstraZeneca.

Pernyataan Yuri itu berbeda dengan harapan Menko bidang Perekonomian yang merangkap Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto.

Airlangga berharap mendapatkan akses vaksin AstraZeneca, sehingga kelompok sasaran penduduk yang akan divaksinasi bertambah dari semula rentang usia 18-59 tahun menjadi 15-70 tahun. 

Rentang usia 18-59 tahun itu mengandalkan vaksin dari Sinovac yang tengah uji klinis di Bandung. Sinovac berkomitmen menyediakan pasokan sebanyak 40 juta dosis produk CoronaVac pada rentang November hingga Maret 2021.

Adapun, AstraZeneca dialokasikan vaksin sebanyak 100 juta dosis. Namun, pemerintah harus membayar uang muka terlebih dahulu sebesar 50 persen dengan tengat akhir bulan ini. Total biaya untuk pengadaan vaksin tersebut mencapai US$500 juta. 

Menurut Airlangga, sejauh ini pemerintah telah menjalin kerja sama dengan empat produsen vaksin, yaitu Sinovac, Sinopharm/G42, Cansino, dan Astra Zeneca. “Selain jalur kerja sama internasional, Pemerintah juga mengembangkan melalui jalur mandiri yaitu Virus Merah Putih,” imbuhnya dalam siaran pers yang dikutip Bisnis hari ini.

Jumlah total kandidat vaksin yang sangat berpotensi untuk disediakan sekitar 300 juta dosis. Jumlah itu diperuntukkan bagi sekitar 160 juta-185 juta orang. "Angka ini masih sangat dinamis karena masih dalam tahap finalisasi dan sangat tergantung dari ketersediaan vaksinnya."

AUDIT LANGSUNG

Lebih jauh mengenai vaksin Sinovac, Yuri menyebutkan bahwa tim dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Kementerian Agama masih menunggu untuk melakukan audit langsung di pabrik vaksin tersebut.

Pasalnya mereka harus menjalani karantina selama 14 hari terlebih dahulu. "Tim di China masih bekerja. Kita belum terima hasil mereka," sebutnya.

Soal Brasil yang menarik diri untuk membeli vaksin Sinovac, Yuri mengatakan bahwa justru keberangkatan tim ahli dari tiga lembaga tersebut juga ingin meneliti dan keamanan dan kehalalannya. 

Lantas apakah November vaksin Sinovac sudah bisa didistribusikan di Indonesia? "Hasilnya mana? Kalau hasilnya belum ada masa kita mau ngomong. Tergantung hasilnya di sana," jawab Yuri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper