Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Achmad Yurianto mengatakan saat ini Indonesia makin dekat dengan proses tahapan vaksinasi Covid-19.
Dari perkembangan teknologi kesehatan yang ada, khususnya selama pandemi, telah memunculkan beberapa vaksin. Yuri menyebutkan, jumlah penelitian yang sudah dilakukan di seluruh dunia untuk vaksin sudah lebih dari 39 kandidat.
“Tapi tidak semuaya pada tahapan yang sama. Ada yang masih uji coba di lab, ada yang uji di binatang, ada yang sudah di uji klinis fase 1, uji klinis fase 2, dan ada yang sudah selesai uji klinis fase 3. Yang tedepan adalah yang sudah menyelesaikan uji klinis fase 3, di mana manfaatnya jelas ada dan keamanannya terjamin,” ungkap Yuri pada konferensi pers, Senin (19/10/2020).
Yuri melanjutkan, secara nasional Indonesia ingin bisa memberikan vaksinasi kepada penduduk untuk memberikan perlindungan yang lebih optimal, mengurangi angka kesakitan dan menurunkan angka kematian akibat Covid-19.
Dalam pencarian vaksin, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian BUMN, Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia, dan Bio Farma, sudah bertemu dengan beberapa produsen vaksin yang sudah selesai uji klinis fase 3 dan sudah digunakan di negara asal.
“Kita ingin mencari vaksin yang bisa digunakan secara aman untuk penduduk kita, dalam dua persepektif, yaitu manfaat terhadap pencegahan untuk menjadi sakit karena Covid-19 dan perspektif aman dari sisi kehalalan. Ini kenapa tim yang di China ada lengkap Kemenag, ada MUI yang mempelajari ini, termasuk BPOM,” imbuh Yuri.
Pertama dari kunjungan ke China untuk tahapan yang belum final, adalah vaksin oleh Sinovac. Perusahaan ini sudah selesai uji klinis fase 3 di beberapa tempat, yaitu di Brasil, dan China. Sementara di Indonesia baru akan selesai Desember ini, yang dilaksanakan di Bandung bersama Bio Farma dan Unpad.
Dalam produksinya, BPOM Bersama MUI dan Kemenag tengah melakukan inspeksi terkait dengan pembuatannya terkait dengan sertifikat kehalalan dan saat ini masih sedang diproses.
“Sinovac sendiri sudah memberikan komitmen untuk memberikan kepada Indonesia untuk membeli vaksin yang sudah jadi sebanyak 2 kali pengiriman. Rencana awal di November sebanyak 1,5 juta vaksin. Kemudian di Desember 1,5 juta vaksin,” jelasnya.
Dari karakteristik vaksin Sinovac maka 1 orang disuntik 2 kali vaksin dasar dan 14 hari kemudian diberikan booster. Maka 2 x 1,5 juta dosis ini bisa digunakan untuk menyuntik 1,5 juta orang dari 2 kali pengiriman pada November dan Desemeber.
Kemudian, dengan Sinopharm, yang juga sudah menyelesaikan uji klinis fase 3 di beberapa tempat, termasuk di Uni Emirat Arab dan Turki, di samping di China sendiri.
Vaksin tersebut sudah digunakan untuk tenaga kesehatan di China dan sudah keluar izin Emergency Use Authorization (EUA) dari otoritas kesehatan China.
“Kami juga mendapatkan informasi bahwa ini pun sudah diberikan hal yang sama oleh otoritas kesehatan di UAE dan sudah diuji kehalalannya. Ini yang akan kita minta data sharing-nya untuk dipelajari BPOM, Kemenag, dan MUI,” ungkapnya.
Sama dengan vaksin Sinovac, vaksin Sinopharm harus disuntikkan dua kali. Untuk komitmennya, Sinopharm pada Desember akan mengirimkan 15 juta dosis, sehingga jika disuntikkan dua kali bisa digunakan oleh 7,5 juta orang.
Kemudian, dari Cansino juga sudah selesai uji klinis fase 3 di China, kemudian di Kanada, Arab Saudi, dan beberapa negara lain.
Vaksin tersebut juga sudah mendapatkan EUA dan sudah digunakan untuk tentara China.
Berbeda dengan dua kandidat vaksin sebelumnya, Cansino mengeluarkan vaksin satu dosis, yang hanya sekali suntik, karena platformnya berbeda.
“Kalau Sinopharm dan Sinovac sama menggunakan virus yang tidak diaktifkan, sedangkan Cansino adalah format yang lain sehingga bisa single dose,” jelas Yuri.
Dalam komitmennya, Cansino menyanggupi 100.000 dosis.
“Sehingga kalau ditotal November dan Desember kita sudah mendapatkan kepastian ketersediaan untuk digunakan vaksinasi bagi 9,1 juta orang. Kepastian ketersediaan masih akan sangat tergantung EUA yang bisa digunakan BPOM dan rekomendasi kehalalan dari Kemenag dan MUI yang sekarang sedang data sharing,” imbuhnya.