Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO melihat adanya tanda-tanda pemulihan perdagangan global, meski masih dibayangi ketidakpastian.
Alhasil, WTO Merevisi penurunan perdagangan tahun ini menjadi 9,2 persen dari sebelumnya 12,9 persen, diikuti pertumbuhan 7,2 persen pada 2021. Namun, perkiraan ini memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi karena bergantung pada pandemi dan tanggapan pemerintah terhadapnya.
Kinerja perdagangan yang kuat pada Juni dan Juli membawa optimisme untuk pertumbuhan perdagangan secara keseluruhan pada tahun ini. Pertumbuhan perdagangan produk terkait Covid-19 sangat kuat pada bulan-bulan itu, menunjukkan kekuatan sektor ini untuk membantu pemerintah memenuhi pasokan yang dibutuhkan.
Sebaliknya, perkiraan tahun depan yang lebih pesimistis dari proyeksi sebelumnya yaitu pertumbuhan 21,3 persen, menjadikan perdagangan akan berada di posisi jauh di bahwa tren sebelum pandemi pada tahun depan.
Laju ekspansi bisa melambat tajam begitu permintaan yang awalnya melonjak karena pelonggaran lockdown, kembali tenggelam. Hasilnya bahkan akan menjadi lebih negatif jika Covid-19 muncul kembali di kuartal keempat.
"Salah satu risiko terbesar bagi ekonomi global setelah pandemi adalah proteksionisme. Kerja sama internasional sangat penting saat kita bergerak maju, dan WTO adalah forum ideal untuk menyelesaikan masalah perdagangan luar biasa yang berasal dari krisis," kata Wakil Direktur Jenderal WTO Yi Xiaozhun dalam keterangannya dikutip Rabu (7/10/2020).
Baca Juga
WTO dalam laporannya menyatakan semua wilayah diperkirakan akan mengalami peningkatan besar dalam volume ekspor dan impor pada 2021. Namun perlu dicatat bahwa hal itu didahului penurunan tajam tahun ini, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang melambat. Jadi, perubahan persentase yang besar sekalipun mungkin tidak berarti kondisi yang lebih baik.
Misalnya, impor ke Asia dan Amerika Selatan diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 6,2 persen dan 6,5 persen tahun depan, tetapi didahului penurunan 4,4 persen dan 13,5 persen pada 2020. Dalam hal ini impor Asia akan pulih secara substansial sementara perdagangan Amerika Selatan masih akan sangat tertekan.
Sementara itu, perdagangan barang global mencatat penurunan satu periode paling tajam di kuartal kedua, turun 14,3 persen dibandingkan periode sebelumnya, tetapi dampaknya sangat berbeda antarwilayah.
Penurunan paling tajam terjadi di Eropa dan Amerika Utara, di mana ekspor turun masing-masing 24,5 persen dan 21,8 persen. Sebagai perbandingan, ekspor Asia relatif tidak terpengaruh, hanya turun 6,1 persen. Selama periode yang sama impor turun 14,5 persen di Amerika Utara dan 19,3 persen di Eropa tetapi hanya 7,1 persen di Asia.
Kinerja perdagangan tahun ini ini banyak berkaitan dengan sifat pandemi dan kebijakan yang digunakan untuk memeranginya. Penguncian dan pembatasan perjalanan menghasilkan kendala pada sisi penawaran yang signifikan, secara drastis mengurangi output dan lapangan kerja di sektor-sektor yang biasanya tahan terhadap fluktuasi siklus bisnis, terutama layanan nonperdagangan.
Pada saat yang sama, kebijakan moneter dan fiskal yang kuat telah menopang pendapatan, memungkinkan konsumsi dan impor untuk pulih setelah penguncian dikurangi.
Pemulihan dalam jangka menengah akan bergantung pada kekuatan investasi dan lapangan kerja. Keduanya akan gagal jika muncul wabah baru yang merusak kepercayaan dan memaksa pemerintah kembali memberlakukan penguncian. Ada beberapa potensi keuntungan yang terbatas jika vaksin atau perawatan medis lain terbukti efektif, tetapi dampaknya akan berkurang seketika.
Selain itu, pembengkaknya utang publik juga dapat membebani perdagangan dan pertumbuhan PDB dalam jangka panjang, terutama di negara-negara miskin.
Pengeluaran defisit juga dapat mempengaruhi neraca perdagangan, mengurangi tabungan nasional dan membengkaknya defisit perdagangan di beberapa negara.
Sementara itu, berbeda dengan perdagangan, PDB turun lebih dari yang diharapkan pada paruh pertama 2020, menyebabkan perkiraan untuk sepanjang tahun diturunkan.
Perkiraan konsensus menempatkan penurunan PDB tertimbang pasar dunia pada 2020 di angka -4,8 persen dibandingkan dengan -2,5 persen di bawah skenario optimistis dalam perkiraan WTO pada April lalu.