Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua Hakim Mahkamah Agung (MA), Panji Widagdo dan Sudrajad Dimyati.
Keduanya bakal ditanyai penyidik terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA. Keduanya bakal diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Sekretaris MA, Nurhadi (NHD).
"Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Selasa (4/8/2020).
Panji Widagdo dan Sudrajad Dimyati merupakan majelis Hakim yang menangani sidang Peninjauan Kembali (PK) antara PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Hanya saja, belum diketahui apa yang bakal didalami penyidik KPK terhadap kedua saksi itu.
Selain dua hakim agung, KPK juga memanggil lima saksi lainnya yakni, Advokat sekaligus adik ipar Nurhadi Rahmat Santoso, Kaka Ipar Rezky Herbiyono Yoga Dwi Hartiar, Advokat Onggang, Karyawan Swasta Calvin Pratama, serta seorang Dosen, Syamsul Maarif.
Kelima saksi tersebut juga akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan Nurhadi.
KPK pada 16 Desember 2019 juga telah menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) sebagai tersangka.
Tiga tersangka tersebut juga telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.
Nurhadi dan Rezky ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6), sedangkan tersangka Hiendra masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Penerimaan suap terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Akumulasi suap yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Pasal TPPU
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (22/7/2020), mengatakan berdasarkan sejumlah data yang dikumpulkan, kekayaan Nurhadi terpantau tidak wajar.
"ICW dan Lokataru mengirimkan surat kepada KPK agar segera mengembangkan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi," kata Kurnia dalam pesan tertulisnya.
Kurnia mengatakan KPK semestinya juga menyelidiki potensi pihak terdekat Nurhadi yang menerima manfaat atas kejahatan yang dilakukannya.
"Instrumen hukum yang dapat digunakan oleh lembaga antirasuah ini adalah Pasal 5 UU TPPU (pelaku pasif) dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda sebesar Rp1 miliar," tuturnya.
Kurnia membeberkan sejumlah keuntungan bagi KPK bila menindak pelaku kejahatan dengan pasal pencucian uang. Pertama, penyelidikan dan penyidikan tidak akan diwarnai resistensi dan intervensi pihak tertentu karena menggunakan metode follow the money.
Kedua, sejalan dengan konsep pemidanaan yang berorientasi pada pemberian efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi.
Ketiga, memudahkan proses unjuk bukti bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebab Pasal 77 UU TPPU mengakomodasi model pembalikan beban pembuktian.
"Sehingga Jaksa tidak sepenuhnya dibebani kewajiban pembuktian, melainkan berpindah pada terdakwa itu sendiri," ujarnya.