Bisnis.com, JAKARTA - Dinasti politik dalam Pemilihan Kepala Daerah merupakan refleksi praktik dinasti di partai politik.
Hal tersebut ditekankan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam diskusi virtual bertajuk Pilkada antara Dinasti dan Calon Tunggal.
"Dinasti di Pilkada refleksi praktik dinasti di partai politik. Jadi hanya meneruskan saja, biasanya ini terkait dengan kekuasaan modal di partai politik," kata Titi, Selasa (4/8/2020).
Padahal, menurut Titi, pilkada kali ini seharusnya menjadi medium bagi rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang mumpuni menangani krisis. Titi pun berharap partai-partai politik tidak memaknai Pilkada 2020 secara pragmatis.
Untuk itu, lanjutnya, perlu ada demokratisasi internal di partai politik. Menurut Titi, perlu ada penguatan dana negara untuk pembiayaan partai. Selain itu rekrutmen atau pemilihan internal juga harus kompetitif.
"Alokasi 30 persen dana negara untuk kaderisasi dan rekrutmen politik perempuan," kata Titi.
Baca Juga
Mengenai isu dinasti politik di Pilkada 2020, PDI-P diketahui mengusung putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, di Pilkada Solo.
Selain Gibran, PDI-P mengusung putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Hanindhito Himawan Pramana di Pilkada Kediri.
Adapula Siti Nur Azizah Ma'ruf yang diusung Partai Demokrat dan PKS di Pilkada Tangerang Selatan. Nur Azizah merupakan putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Titi mengatakan Pilkada 2020 yang digelar di tengah pandemi Covid-19 ini berbiaya sangat mahal. Pelaksanaannya pun rumit. Karena itu, menurut dia, akan sangat mengecewakan jika calon yang dihadirkan hanya sekadar mengandalkan kekerabatan dengan orang tertentu.
"Sayang sekali, sangat membebani negara kalau calon yang dihadirkan sudahlah politik kekerabatan, kapasitasnya tidak memadai untuk memimpin daerah di masa krisis, dan paling ironis kalau sampai kotak kosong," ujarnya.