Bisnis.com, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan Keputusan Presiden Joko Widodo memberhentikan Komisioner KPU RI periode 2017 - 2022 Evi Novida Ginting.
"Gugatan pemberhentian Evi Novida Ginting dikabulkan seluruhnya dan dalam hal ini keputusan Presiden soal pemberhentian ditunda berlakunya sampai putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap)," kata penasihat hukum Evi, Heru Widodo saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Seperti diketahui, Evi Novida Ginting mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Surat Keputusan Presiden Jokowi bernomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat per 23 Maret 2020. Gugatan itu, dia ajukan pada April 2020 lalu dan baru diputuskan pada Kamis, 23 Juli 2020.
"Dengan putusan ini, tidak boleh ada proses PAW (Pergantian Antarwaktu) di DPR dan Presiden. Atas putusan tersebut, kami berharap tergugat juga bijaksana dalam mengambil langkah berikutnya," ujar Heru.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta membuat 5 keputusan terhadap Evi selaku penggugat dan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat, yaitu pertama, Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.
Ketiga, mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020,
Keempat, mewajibkan Tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan pengugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.
Kelima, menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp332 ribu.
"Kami berharap, Presiden tidak berbeda bersikap dengan saat PTUN mengabulkan gugatan perbuatan melawan hukum atas pembatasan internet di Papua, yaitu tidak mengajukan banding, sehingga mengembalikan Bu Evi sebagai Komisioner KPU RI," ujar Heru pula.
Hingga saat ini, Komisioner KPU baru berjumlah 6 orang setelah Presiden Jokowi melantik I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai pengganti Wahyu Setiawan yang terjerat kasus suap dan sedang diproses di KPK.
"Hal tersebut sebaiknya dilakukan untuk memberi kepastian hukum, dan mendukung penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020," ujarnya.