Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan uji materiil UU No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Karantina Kesehatan) yang diajukan oleh Runik Erwanto dan Singgih Tomi Gumilang.
Putusan MK itu disampaikan dalam sidang Pengucapan Putusan No.34/PUU-XVII/2020 yang digelar pada Rabu (22/7/2020).
Para Pemohon mendalilkan Pasal 55 ayat (1) UU Karantina Kesehatan bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 34 Ayat (1) UUD 1945.
Hakim Konstitusi Manhaan M.P. Sitompul yang membacakan pendapat Mahkamah mengatakan para Pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas dan rinci kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU Karantina Kesehatan sepanjang kata “orang”.
“Para Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia dan berprofesi sebagai advokat sejatinya tidak mengalami kerugian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berlakunya norma a quo,” ujar Manahan seperti dikutip dari keterangan yang dirilis pada laman resmi MK, Rabu (22/7/2020).
Berikutnya terkait dengan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta, sehingga para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak dapat mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat akibat dari adanya pelarangan penggunaan transportasi udara pada masa tersebut.
Baca Juga
Namun demikian, setelah mencermati dengan saksama, Mahmakah menilai para Pemohon tidak menguraikan kerugian konstitusionalnya terkait dengan hal tersebut.
Sementara itu, sehubungan dengan pernyataan para Pemohon yang menyatakan sebagai pembayar pajak (taxpayer) dan karenanya memiliki hak konstitusional untuk mempersoalkan setiap undang-undang, menurut Mahkamah, para Pemohon dalam hal ini tidak dapat serta-merta memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan setiap permohonan pengujian undang-undang.
Para Pemohon dapat memiliki kedudukan hukum, sambung Manahan, apabila dapat menjelaskan adanya keterkaitan logis dan sebab-akibat dari pelanggaran hak konstitusionalnya dengan keberlakuan undang-undang yang diuji.
“Setelah Mahkamah mencermati secara saksama uraian para Pemohon mengenai kerugian konstitusionalnya sebagai taxpayer, telah ternyata para Pemohon tidak dapat menguraikan alasan kerugian konstitusional dimaksud secara spesifik dan nyata terhadap berlakunya norma yang dimohonkan pengujiannya,” kata Manahan di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.
Pada sidang pendahuluan, para Pemohon merasa dirugikan karena pemberlakuan PSBB tidak ada kaitannya dengan pelarangan orang keluar masuk kota Jakarta yang sedang diberlakukan PSBB sebab berlakunya PSBB tidak melarang kantor pemerintah tutup.
Selanjutnya para Pemohon juga melihat, apabila dikaitkan aturan pelarangan orang keluar masuk daerah pada masa PSBB, tentu tidak tepat jika aturan tersebut dijadikan landasan hukumnya karena hal demikian hanya ada pada aturan Karantina Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53 s.d. Pasal 55 UU Karantina Kesehatan.
Menurut para Pemohon pasal a quo harus dimaknai secara konstitusional bersyarat yaitu hanya orang miskin yang ditanggung oleh pemerintah pusat. Dengan begitu beban anggaran bagi pemerintah pusat jika memberlakukan karantina wilayah tidak terlalu besar.