Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dianggap Merugikan, Advokat Gugat UU Karantina ke MK

Runik Erwanto serta Singgih Tomi Gumilang sebagai pemohon merasa dirugikan dengan adanya penerapan PSBB karena tidak dapat menjalankan pekerjaannya sebagai advokat.
Suasana sepi terlihat di Terminal IA Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020).  Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana sepi terlihat di Terminal IA Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Dua orang advokat mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang No.6/2018 tentang Karantina Kesehatan sebagai aturan yang mendorong pemerintah untuk pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19.

Dalam permohonan yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/6/2020) Runik Erwanto serta Singgih Tomi Gumilang sebagai pemohon, sedang menangani perkara di Jakarta dan Bali, tetapi terhalang tidak tersedianya penerbangan dari domisili keduanya menuju tempat sidang karena pemberlakuan PSBB.

Keduanya merasa dirugikan karena penerbangan dibatasi sementara persidangan kasus konkret tetap berjalan selama PSBB.

Pemohon mendalilkan Pasal 55 Ayat (1) UU Karantina Kesehatan mengandung ketidakpastian hukum serta pemberlakuan PSBB melenceng dari UU tersebut.

"Yang terjadi sekarang adalah pemerintah memberlakukan PSBB, tetapi praktiknya adalah lockdown," kata pemohon dalam permohonan.

Menurut para pemohon, peraturan perundang-undangan tidak mengatur pelarangan orang keluar masuk daerah yang ditetapkan melakukan PSBB. Namun, pelarangan orang keluar masuk suatu daerah diatur dalam penerapan karantina wilayah.

Selain itu, para pemohon menilai pemenuhan kebutuhan hidup dasar untuk semua orang yang dikhawatirkan pemerintah apabila diterapkan karantina wilayah, perlu diubah hanya orang miskin sehingga tanggungan pemerintah pusat lebih sedikit.

Selanjutnya pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 55 ayat (1) UU Karantina Kesehatan sepanjang kata orang bertentangan dengan UUD NRI 1945 serta menggantinya dengan orang miskin.

"Menurut para pemohon kata orang dalam Pasal 55 ayat 1 tidak mengandung kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ujar pemohon.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper