Bisnis.com, JAKARTA - Plasma konvalesen, plasma darah yang diambil dari penyintas untuk mengobati pasien positif Covid-19, dinilai bukan untuk pencegahan wabah tersebut.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat (26/6/2020).
"Jadi, sekali lagi bukan untuk pencegahan, tetapi plasma konvalesen ini adalah untuk terapi," katanya.
Amin mengatakan plasma konvalesen tersebut merupakan bentuk dari imunisasi pasif. Artinya, kata dia, antibodi penyintas sudah berada di luar atau sudah terbentuk.
Antibodi itulah yang perlu diberikan kepada pasien Covid-19 untuk mengobati penyakit berbahaya tersebut.
"Jadi plasma konvalesen ini imunisasi pasif. Kalau yang imunisasi aktif itu yang vaksinasi, yang menggunakan vaksin untuk merangsang pembentukan antibodi di dalam tubuh pasien. Jadi berbeda," kata dia.
Baca Juga
Dengan begitu, Amin menegaskan bahwa masyarakat masih perlu menunggu sampai ada vaksin untuk menyetop penyebaran wabah tersebut. Kendati begitu, dia mengatakan bahwa terapi ini bisa terus dijalankan.
"Ada tidak ada vaksin, pendekatan ini bisa dijalankan kalau masih ada pasiennya. Ada yang sembuh," kata dia lebih lanjut.
Menurutnya, plasma konvalesen itu adalah untuk membantu penyembuhan pasien Covid-19, bukan untuk pencegahan. Dia meminta masyarakat untuk tidak beranggapan bahwa plasma darah kerabat yang sudah sembut bisa langsung disuntikkan ke tubuh yang sehat agar terhindar dari Covid-19.
Langkah itu, tegasnya, sangatlah keliru. Dia berharap kesadaran akan hal ini kian luas di masyarakat.
"Itu saya kira anggapan yang keliru karena enggak semudah itu. Karena kalau masih sehat maka enggak usah dikasih apa-apa," kata Amin.