Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Periksa Eks-Pejabat Kemendagri Terkait Kasus e-KTP

Eks-Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni diagendakan diperiksa KPK terkait kasus korupsi e-KTP.
Mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni./Antara
Mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni terkait kasus korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.

Penyidik bakal menggali keterangan dari Diah untuk melengkapi berkas perkara tersangka Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (IEW).

"Yang bersangkutan diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IEW," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (23/6/2020).

Lembaga antirasuah juga memanggil seorang saksi lainnya terkait kasus rasuah pengadaan e-KTP ini.

Saksi dimaksud adalah Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

Husni sudah berstatus sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Husni dipanggil penyidik sebagai saksi untuk tersangka Isnu.

Pada Agustus 2019 KPK menetapkan 4 tersangka baru dalam rasuah e-KTP.

Keempat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani, Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi, serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.

Dalam kasus ini, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar. Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta, manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar. Sedangkan Husni Fahmi diduga diperkaya US$20.000 dan Rp10 juta.

Dalam kasus ini, Isnu Edhi Wijaya diduga berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

Isnu meminta agar perusahaan penggarap proyek ini nantinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri agar bisa masuk dalam konsorsium penggarap KTP-el.

Adapun konsorsium itu adalah Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo.

Pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

Husni, yang juga ketua panitia lelang, diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor. Dia diduga bersekongkol dengan Irman, Andi Agustinus, dan Sugiharto.

Dalam pertemuan tersebut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up.

Atas arahan Irman, dia juga mengawal tiga konsorsium proyek yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera.

Husni diduga tetap meluluskan tiga konsorsium meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS).

Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan Husni selaku ketua panitia lelang dan Isnu serta pihak-pihak vendor. Pertemuan di sebuah ruko di Jakarta Selatan digelar jauh sebelum proyek dijalankan.

Pertemuan-pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih 10 bulan itu menghasilkan beberapa output di antaranya adalah:

  • Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja
  • Struktur organisasi pelaksana kerja
  • Spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.

Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen.

Atas perbuatannya, semua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper