Bisnis.com, JAKARTA— Chile sempat memimpin dengan upaya masif melakukan tes virus corona yang ternyata tak cukup menyelamatkan negara di Amerika Selatan itu dari amukan warganya yang kelaparan dan infeksi yang tinggi.
Dikutip dari Bloomberg, Rabu (17/6/2020), karantina wilayah di tingkat kota dimulai pada 15 Mei. Selang beberapa hari kemudian, kerusuhan melanda sebelah selatan permukiman El Bousque di Santiago. Kerusuhan akhirnya terjadi karena warga tak mendapatkan bantuan makanan seperti yang dijanjikan pemerintah.
Pemerintah semula berjanji mengirim paket makanan namun ternyata di lapangan program tersebut mengalami masalah logistik sehingga warga terlanjur marah akibat lapar yang tak lagi bisa ditahan.
“Pemerintah menganggap karantina wilayah seperti mereka sendiri, seolah Chili merupakan kalangan menengah atas, orang bisa tetap di rumah dan bekerja dari sana,” ujar Ahli Politik Universidad Diego Portales, Claudio Fuentes.
Menurutnya, pemerintah gagal memberikan jaminan isolasi kepada warga miskin sehingga memantik kerusuhan dan penjarahan.
Pada Selasa, Chile mengumumkan 5.013 kasus baru dengan total kasus 184.449. Lalu, 31.142 kasus positif yang belum terlapor akan ditambahkan dalam beberapa hari ke depan.
Dengan kasus corona global yang telah mencapai 8,1 juta, jumlah kasus corona di Chile berada di urutan 15 teratas bersama Iran dan Turki. Di sisi lain, data Johns Hopkins University mencatat bahwa jumlah kematian di Chile menyentuh 3.383 bersama Ekuador dan Pakistan.
Seperti di negara Amerika Selatan lainnya, pandemi datang di Chile karena orang kaya kembali dari liburannya di Amerika Serikat da Eropa. Mereka menularkan virus di kantor dan lingkaran sosial. Saat karantina wilayah ditetapkan, mereka bertahan di apartemen yang layak dan tempat penginapan.
Pada akhir April, data resmi menunjukkan bahwa pandemi terkontrol. Saat itu pula Presiden Chile Sebastian Pirera menyusun rencana untuk membuka kembali kantor dan pusat perbelanjaan.
Negara dengan lebih dari 19 juta penduduk itu lantas mencatatkan kenaikan jumlah kasus harian hingga 5.000 kasus karena pembantu rumah tangga membawa virus ke rumah. Pemerintah lantas kesulitan menjelaskan kenaikan tersebut namun diduga lebih tingginya pengetesan menjadi alasannya.
Namun dugaan itu tak sejalan dengan hasil uji negatif yang ternyata kembali positif. Beberapa dekade lalu, Chile mulai menghancurkan tempat kumuh dan membangun blok apartemen untuk memberi hunian kepada kalangan miskin.
Setelah terbangun, imigran dari Haiti, Venezuela dan Kolombia menempatinya. Kebanyakan bekerja sebagai pembantu, petugas kebersihan dan tukang kebun bagi orang kaya di kota.
Untuk kelompok ini, pemerintah tak memiliki solusi cepat untuk menekan penyebaran virus dan melindungi pekerja atau memastikan mereka memiliki makanan dan pendampingan yang cukup.
“Kebanyakan dari mereka merupaka imigran yang tinggal di kondisi yang terlalu penuh. Mereka tak mau dites karena infeksi berarti mereka tak bisa keluar dan tanpa bekerja mereka tak punya makanan,” ujar seorang virologis di Universidad de Chile, Aldo Gaggero.
Saat ini, pemerintah tengah mengurai masalah tersebut dengan lebih dari 130 perumahan sanitasi, tempat bagi mereka yang terinfeksi dan menjalani isolasi. Nantinya penghuni bisa kembali ke tempat tinggal masing-masing saat pulih dari virus. Penyediaan ventilator juga ditambah begitu pula dengan ruang perawatan intensif guna menangani lonjakan pasien.
Sebelumnya, Chile mengumumkan US$12 miliar paket stimulus yang akan meningkatkan pendapatan bagi keluarga miskin dan pengangguran sekalligus mensubsidi penciptaan lapangan pekerjaan.