Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat dinilai masih terbebani biaya tinggi untuk menggunakan transportasi umum kendati Kementerian Perhubungan melonggarkan persyaratannya yakni hanya mengikuti tes cepat atau rapid test.
Hal itu ditegaskan Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo. Pernyataan itu disampaikannya menanggapi kebijakan Kemenhub yang menyebutkan calon penumpang transportasi umum tidak perlu memiliki hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR), tetapi cukup tes cepat (rapid test).
Dia mengaku setuju dengan aturan itu seandainya bisa diberlakukan dengan syarat biaya tesnya terjangkau.
“Mahalnya biaya rapid test dan tes PCR itu harus jadi perhatian. Jangan sampai ada pihak yang aji mumpung, mencari kesempatan dalam kesempitan,” kritik politisi PDI-Perjuangan itu, Kamis (11/6/2020).
Rahmad menegaskan meskipun persyaratan telah dilonggarkan, biaya rapid tes serta PCR yang cukup fantastik dan memberatkan masyarakat harus jadi perhatian. Apalagi, katanya, alat tes PCR buatan dalam negeri juga sudah mulai diproduksi.
“Kalau biaya rapid tes dan PCR terjangkau, tentu masyarakat mau secara mandiri memeriksa dirinya,” katanya. Selain itu, pemerintah juga hendaknya memrioritaskan pengadaan laboratorium PCR di semua rumah sakit.
Baca Juga
Seperti diketahui, sebelumnya tes PCR menjadi salah satu syarat yang harus dilengkapi calon penumpang yang hendak melakukan perjalanan memakai transportasi umum seperti pesawat, kereta api, bus, maupun kapal. Persyaratan ini dibuat untuk mencegah penularan virus Covid-19.
Kendati begitu, banyak masyarakat yang merasa keberatan, terutama pihak maskapai penerbangan. Syarat itu kemudian memberatkan karena rumah sakit yang menyediakan layanan rapid test dan PCR/swab tes mematok harga fantastis. Untuk bisa mengakses layanan itu harus merogoh kocek mulai dari Rp400 ribu hingga Rp3,2 juta.