Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan pembukaan kembali kegiatan belajar mengajar di asrama atau pesantren harus melalui penilaian yang ketat sesuai dengan kajian kesehatan.
Ma'ruf mengatakan sekitar 1.851 anak Indonesia menjadi korban keganasan Covid-19. Hal ini menjadi peringatan bagi pemerintah agar perspektif perlindungan anak perlu menjadi bagian dari kebijakan pemerintah dalam memasuki tatanan baru.
"Pertimbangan untuk dapat memberlakukan tatanan normal baru termasuk memulai kegiatan belajar mengajar adalah timbangan kriteria kesehatan dan tidak didasari atas kriteria yang lain," katanya dalam rapat bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kamis (11/6/2020).
Beberapa protokol yang harus menjadi perhatian asrama atau pesantren di antaranya, pertama, perlu dilakukan tes terhadap siswa karena ada kemungkinan siswa berasal dari daerah zona merah banyak santri juga yang berasal dari lintas kota dan bahkan lintas negara
Kedua, perlu memastikan bahwa tersedia fasilitas cuci tangan lengkap dengan sabun dan sanitizer-nya. Selain itu, tersedia masker yang cukup untuk digunakan selama proses belajar mengajar.
Ketiga, memastikan social distancing dapat diterapkan di ruang kelas maupun di tempat santri tinggal
Baca Juga
Keempat, melakukan penyemprotan disinfektan di fasilitas utama bagi pesantren dan sekolah keagamaan berbasis asrama.
Saat ini penyusunan protokol kesehatan proses belajar mengajar di lingkungan asrama atau pesantren belum final. Kendati harus diatur secara ketat, masih ada fleksibilitas dalam penentuan asrama yang boleh dibuka.
Misalnya, terkait dengan zonasi. Hanya sekolah non asrama yang masuk zona hijau yang dapat memulai kegiatan sekolah secara tatap muka. Sementara asrama atau pesantren di zona kuning dan hijau boleh dibuka,
"Namun, di daerah merah dan orange itu juga bisa membuka [kegiatan belajar] apabila mendapatkan rekomendasi dari gugus tugas. Jadi ada fleksibilitas," tuturnya.
Ketua KPAI Susanto mengatakan banyak orang tua khawatir atas jaminan keselamatan anak dalam kondisi kasus Covid-19 masih tinggi seperti saat ini. Sementara, para santri harus kembali ke pesantren dan satuan pendidikan keagamaan berbasis asrama
Apalagi berkaca dari negara sahabat yang membuka proses pembelajaran tatap muka masih menyisakan sejumlah persoalan.
"Skema pembelajaran tatap muka harus melewati kajian kehati-hatian dan keputusan yang cermat karena upaya perlindungan anak harus dilakukan secara komprehensif," ujarnya.
Bukan hanya fokus pada fasilitas pendidikan, tetapi juga memastikan jaminan kesehatan dan tumbuh kembang anak agar berkembang secara optimal.