Bisnis.com, JAKARTA – Gerakan Pemuda (GP) Ansor meminta pemerintah untuk tidak gegabah dalam menerapkan kebijakan pola hidup normal baru (new normal) di masa pandemi Covid-19 yang direncanakan dimulai 1 Juni 2020.
Pemerintah juga diminta tidak hanya menekankan satu sektor saja seperti upaya ketahanan ekonomi, tetapi juga memikirkan dampaknya di bidang pendidikan, khususnya pada pondok pesantren (ponpes).
Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan lembaga pesantren di Indonesia yang jumlahnya mencapai ribuan akan banyak terdampak saat new normal diberlakukan.
Menurut Yaqut, dengan pola hidup normal baru, pendidikan di pesantren kembali berlangsung seperti sedia kala. Di sisi lain, saat ini untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di lingkungan pesantren sangat sulit.
“Hal ini terjadi karena keterbatasan infrastruktur di pesantren, seperti tempat wudhu yang umumnya masih berupa bak terbuka atau belum berupa pancuran. Kamar pesantren umumnya juga dihuni santri dengan jumlah besar sehingga sulit untuk penerapan physical distancing. Untuk itu, saya ajak seluruh kader Ansor dan kader NU untuk mendesak pemerintah agar bukan hanya pengusaha yang diperhatikan, tetapi juga pesantren,” ujar Yaqut kepada kader Ansor sedunia dalam Halalbihalal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor yang digelar secara virtual, Senin (25/5/2020) malam.
Hadir dalam acara bertajuk “Halalbihalal di Era Pandemi: Menyegarkan Tradisi dan Solidaritas Kemanusiaan” tersebut selain ketua umum, Sekjen GP Ansor, jajaran pimpinan pusat, para pengurus wilayah, cabang, anak cabang, ranting, termasuk kader Ansor di luar negeri, yakni Saudi Arabia, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Mesir, Jepang, Belanda, dan Hong Kong.
Dengan desakan bersama-sama ini, dia optimistis pemerintah akan mendengar dan membuat kebijakan yang lebih matang. Yaqut yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini berharap meski new normal tetap diberlakukan, kamar-kamar pesantren jangan sampai kosong karena tak adanya jaminan penerapan protokol kesehatan.
“Untuk itu, semua pihak harus bersama-sama memikirkan karena selama ini kontribusi pesantren dan santri-santri kepada bangsa Indonesia juga sangat besar. Saya tidak ingin pandemi ini memakan korban yang banyak, khususnya sahabat kita di pesantren,” tandasnya.
Gus Yaqut juga mengungkapkan bahwa faktanya pandemi saat ini sudah memunculkan kesenjangan dan kecemburuan sosial. Untuk itu secara khusus dia menginstruksikan kepada kader Ansor untuk menjaga agar kecemburuan tidak sampai terjadi atau makin meluas. Caranya dengan saling menolong dan membantu.
“Kita sesama kader jangan berhenti saling menyapa, menjaga tali silaturahmi. Siapa tahu ada sabahat-sahabat kita alami kesulitan baik pekerjaan maupun pangan sebisa mungkin dibantu. Bagi yang berkelebihan jangan enggan bersedekah. Sedekah tidak akan mengurangi harta, tapi menambah rezeki kita,” ujarnya.
Gus Yaqut juga menyoroti potensi terjadinya krisis pangan di Indonesia. Kata dia, krisis pangan memang sekarang belum terasa karena di banyak wilayah para petani masih panen raya sehingga stok pangan masih terjaga.
Namun, merujuk ramalan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia akan mengalami musim kemarau yang panjang. Untuk itu sudah seharusnya ada langkah antisipatif agar kerawanan pangan ini tidak sampai menjadi. Dia menyebut beberapa kader Ansor seperti di Batang, Jawa Tengah, telah membuat lumbung pangan mandiri.
“Ini menjadi ide yang baik karena ada antisipasi agar tidak ada kejadian kelangkaan pangan, terutama di sekitar wilayah dia tinggal,” ungkapnya.