Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak-pihak terkait untuk menjamin perlindungan para saksi yang sedang memberikan keterangan di persidangan. Hal tersebut penting dilakukan guna mengurangi tindak intimidasi dari oknum tertentu.
Hal itu diungkapkan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kamis (21/5/2020), menyusul dipanggilnya mantan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum ke Kejaksaan Agung. Pemanggilan tersebut terjadi setelah Ulum membeberkan adanya dugaan aliran dana kepada anggota BPK Achsanul Qosasi dan mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Adi Toegarisman.
Kurnia menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu lebih pro aktif dalam melakukan perlindungan terhadap saksi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi yang memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Perlindungan terhadap para saksi juga tercantum pada Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal tersebut menyatakan seorang saksi dalam perkara tindak pidana korupsi berhak mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kurnia menambahkan, regulasi untuk melindungi para saksi pun ada pada Pasal 32 huruf a United Nation Convention Against Corruption yang menyebutkan setiap negara wajib mengambil tindakan-tindakan yang tepat dan dengan segala cara menyediakan perlindungan yang efektif dari kemungkinan pembalasan atau ancaman terhadap para saksi yang memberikan kesaksian mengenai tindak pidana korupsi.
“Kami menuntut agar KPK dan LPSK pro aktif dalam melindungi para saksi yang sedang memberikan keterangan di persidangan. Apalagi, keterangan saksi tersebut rawan akan intimidasi dari pihak tertentu karena menyasar keterlibatan oknum mantan pejabat tinggi di institusi penegak hukum,” jelasnya.
Baca Juga
Selanjutnya, Kurnia menilai pihak Kejaksaan Agung tidak berhak untuk menilai keterangan yang disampaikan oleh Ulum di persidangan dengan terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi. Perkara itu, lanjutnya tidak ditangani langsung oleh Kejaksaan Agung. Seharusnya, Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum dapat memahami yang berhak untuk menilai kesaksian di persidangan hanya majelis hakim.
“Seharusnya Kejaksaan Agung mendukung upaya KPK yang sedang berupaya membongkar praktik rasuah di Kemenpora tersebut. Bahkan, jika di kemudian hari ditemukan adanya dugaan keterlibatan pihak lain, pihak Kejaksaan Agung sebenarnya secara hukum tidak punya hak untuk turut ikut campur,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengaku telah memeriksa mantan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi yaitu Miftahul Ulum untuk mendalami perkara dugaan tindak pidana suap eks Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono menjelaskan bahwa Miftahul Ulum telah diperiksa tim penyidik Kejagung di Rutan Salemba Jakarta Pusat untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana suap Adi Toegarisman dalam kasus KONI.
"Iya benar, yang bersangkutan sudah kami periksa untuk mendalami pernyataannya soal dugaan suap itu," tuturnya, Rabu (20/5/2020).