Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Penyiraman Air Keras, Novel Baswedan Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengutarakan kekecewaannya terhadap proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Sejumlah kejanggalan, mulai dari ketiadaan saksi penting hingga dakwaan yang seakan diarahkan menjadi penyebab.
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/4/2019)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/4/2019)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengutarakan kekecewaannya terhadap proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Sejumlah kejanggalan, mulai dari ketiadaan saksi penting hingga dakwaan yang seakan diarahkan menjadi penyebab.

Novel mengatakan, salah satu hal utama yang menjadi kejanggalan tersebut adalah tidak adanya saksi-saksi penting yang mengetahui fakta sebelum dirinya diserang. Majelis hakim tidak menghadirkan saksi-saksi tersebut ke dalam berkas perkara dan persidangan.

“Saksi-saksi penting yang mengetahui fakta-fakta sebelum saya diserang, bahkan mengetahui atau melihat orang-orang yang melakukan pengamatan kepada diri saya itu tidak dimasukkan ke dalam berkas perkara,” kata Novel dalam sebuah diskusi daring pada Senin (18/5/2020).

Novel mengatakan, keterangan para saksi amat vital untuk mengungkapkan bahwa penyerangan terhadapnya dilakukan dengan terencana. Hal ini berbeda dengan surat dakwaan jaksa untuk dua anggota Brimob yang menjadi terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang menyatakan serangan ini dilakukan secara spontan dan dilakukan atas motif dendam pribadi.

Selain itu, menurutnya, persidangan yang masih berjalan ini seakan hanya diarahkan kepada tiga hal utama. Ketiganya adalah, penyerangan berdasarkan motif pribadi, menggunakan air aki, dan disiramkan ke bagian badan yang kemudian memercik ke wajah.

Hal tersebut, lanjutnya, dinilai akan menutup upaya pembuktian untuk mengungkap aktor intelektual yang memerintahkan kedua terdakwa melakukan tindak kejahatan.

Hal senada diungkapkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani. Menurutnya, ketidakhadiran saksi penting akan membuat rangkaian peristiwa yang ada di proses persidangan menjadi tidak utuh.

“Keterangan saksi yang mengetahui kejadian sebelum penyerangan perlu digali agar dapat membuktikan bahwa penyerangan dilakukan secara sistematis dan terdapat dalang di baliknya,” jelasnya.

Ia menambahkan, proses persidangan sedang berjalan dan kejanggalan-kejanggalan yang ada tidak lepas dari tarik-ulur penyidikan kasus penyiraman air keras. Hal ini terlihat dari mandeknya penuntasan kasus penyerangan Novel yang memakan waktu lebih dari 2 tahun sebelum menemui titik terang.

"Selain itu,begitu banyak pihak-pihak yang menghalangi pengungkapan kasus ini. Hal ini ditambah dengan beragam narasi negatif yang menyerang pribadi Novel dan lembaga," katanya.

Sementara itu, Anggota Tim Advokasi yang juga merupakan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mempertanyakan keputusan Kepolisian memberikan bantuan hukum kepada dua terdakwa.

“Polri sebenarnya tidak wajib melakukan hal itu (memberikan bantuan hukum). Hal ini akan menimbulkan pertanyaan dari kami dan juga publik, apakah penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan merupakan bagian dari tugas Kepolisian sehingga dua terdakwa mesti diberikan pendampingan hukum oleh Polri?,” katanya.

Dia menyatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 Pasal 13 Ayat 2 menyebutkan Polri hanya wajib memberikan bantuan hukum bagi anggotanya yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas. Menurutnya, kasus ini sudah sejak awal ditangani oleh Kepolisian. Seharusnya, pihak Polri sudah yakin benar bahwa keduanya merupakan pelaku kejahatan. Apalagi, kedua terdakwa juga telah mengakui perbuatannya.

“Kami [Tim Advokasi] meminta agar Kapolri dapat memberi penjelasan langsung terkait pertimbangan mereka memberi pendampingan hukum kepada kedua terdakwa,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper