Bisnis.com, JAKARTA – Terdakwa kasus suap pengadaan dan perawatan pesawat Garuda Indonesia Emirsyah Satar dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Dia divonis 8 tahun penjara.
Berdasarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusa, Emirsyah Satar dinyakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana Pasal 3 UU TPPU jo.Pasal 55 ayat 1 ke 1 dan Pasal 65 (1) KUHP.
“Pidana Penjara selama 8 delapan tahun dan denda sebesar Rp1 miliar Subsider bulan kurungan selama 3 bulan,” tulis putusan tersebut, Jumat (8/5/2020).
Selain itu, Terdakwa didenda uang pengganti senilai 2,1 juta dolar Singapura subsider 2 tahun penjara. Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) itu menyatakan pikir-pikir menyikapi hasil putusan tersebut.
Sebelumnya, Emirsyah Satar dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp10 miliar subsider 8 bulan kurungan, karena dinilai terbukti menerima suap senilai sekitar Rp49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp87,464 miliar.
Beberapa hari lalu, Emisyah sempai mengajukan pledoi memohon kepada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan sejumlah hal. Pertama, saat sidang Emirsyah telah meminta maaf dan mengakui kekhilafannya.
Kedua, tidak ada kerugian negara di Garuda justru Garuda untung dan mampu IPO, ketika IPO valuasi Garuda adalah US$ 1,8 miliar atau Rp18 triliun dan dengan melepas 26 persen saham negara mendapatkan Rp4,7 triliun dari IPO Garuda padahal tahun 2005 nilai Garuda negatif atau nol.
Ketiga, semua saksi mengatakan tidak ada intervensi yang dia lakukan dalam pengadaan di Garuda. Keempat, Semua pemberian yang diterima sudah dia kembalikan kepada Soetikno Soedarjo, dan tidak ada yang dititipkan ke Soetikno Soedarjo.
Dia juga membantah soal jual-beli apartemen Silversea adalah modus pencucian uang, karena jual beli itu adalah transaksi riil. Kepemilikan apartemen sudah beralih ke Soetikno Soedarjo.
"Perkara menyangkut Rolls Royce telah di investigasi oleh Serious Fraud Office di Inggris (SFO) dan telah ditutup karena tidak terdapat cukup bukti dan tidak sesuai kepentingan publik," tutup Emirsyah beberapa waktu lalu.