Bisnis.com, JAKARTA - Data manufaktur China terbaru menyingkap dua fakta perekonomian Negeri Panda terbelah antara pertumbuhan permintaan domestik dan pelemahan ekspor.
Data yang dirilis Biro Statistik China pekan lalu menunjukkan, purchasing manager index (PMI) merosot ke angka 50,8 pada April 2020, lebih rendah dari posisi Maret 2020 sebesar 52.
Sementara itu, ekspor turun ke angka 33,5 dan indikator terpisah lebih fokus pada perusahaan kecil yang kembali berkontraksi. Sebaliknya, jasa dan konstruksi naik lebih tinggi, menjadikan PMI non-manufaktur menjadi 53,2.
Pada Februari 2020 lalu, China mulai pulih dari keterpurukan setelah perekonomian domestik ditutup untuk menghentikan penyebaran virus corona. Pabrik dan perusahaan kini telah kembali bekerja, tetapi kebijakan karantina untuk menahan wabah dari negara lain membebani pesanan ekspor dan mengganggu rantai pasokan.
"Manufaktur berada di jalur ganda. Permintaan domestik terlihat baik karena peningkatan belanja infrastruktur, sementara hambatan ekspor jelas meningkat. Mesin pertumbuhan untuk saat ini harus lebih tergantung secara domestik," kata Zhou Hao, ekonom pasar negara berkembang senior di Commerzbank AG di Singapura, dilansir Bloomberg, Senin (4/5/2020).
Sementara itu, Shanghai Composite ditutup naik 1,33 persen pada Kamis pekan lalu. Sedangkan yuan naik lebih tinggi menjadi 7,048 per dolar pada pukul 3:08 malam di Shanghai.
"Ketika pandemi menyebar dengan cepat ke luar negeri, kontraksi akut terjadi pada ekonomi global, yang menambah tantangan yang dihadapi perdagangan China," demikian keterangan resmi Biro Statistik Nasional
Beberapa perusahaan manufaktur mengatakan kontrak ekspor yang baru ditandatangani turun tajam, dan beberapa pesanan yang ada dibatalkan.
Kondisi itu akan memukul lapangan kerja. Indeks untuk pekerjaan pabrik melambat menjadi 50,2 dan indeks untuk pasar kerja layanan masih di bawah level 50. Sebuah survei terpisah oleh China Beige Book mengatakan bahwa pabrik mengurangi lapangan kerja pada April 2020.