Bisnis.com, JAKARTA – Hong Kong kembali bergejolak. Di tengah belitan pandemi virus corona (Covid-19), China mengencangkan cengkeramannya untuk menahan pergerakan para pendukung demokrasi Hong Kong.
Pemerintah Hong Kong yang didukung Beijing dikabarkan menangkap 15 orang pada Sabtu (18/4/2020), termasuk sejumlah aktivis pro-demokrasi terkemuka dan seorang anggota parlemen.
Langkah ini dilakukan setelah Kantor Penghubung China, perpanjangan tangan Beijing di Hong Kong, menegaskan hak untuk campur tangan dalam segala urusan di kota ini dan mendorong pemerintah setempat untuk mengeluarkan serangkaian pernyataan yang berusaha untuk memperjelas peran badan tersebut.
Perkembangan ini serta merta menarik kecaman baru dari pemerintah Amerika Serikat dan menyulut kebencian dari para demonstran yang melumpuhkan wilayah tersebut hampir sepanjang tahun 2019.
“Mereka berusaha menutup [kebebasan] perbedaan pendapat di Hong Kong,” ujar Claudia Mo, seorang legislator oposisi dan mantan jurnalis.
“Mereka berusaha untuk meningkatkan taktik menakut-nakuti. Ini tidak akan berjalan,” tambahnya, seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (20/4/2020).
Baca Juga
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang bersama para aliansinya menyalahkan China karena gagal menghentikan penyebaran Covid-19 di seluruh dunia, pun mengecam peristiwa itu.
Para anggota Kongres AS meminta Trump untuk mencermati kembali kemerdekaan Hong Kong dari Beijing, sementara Jaksa Agung AS William Barr "mengutuk serangan terbaru terhadap supremasi hukum dan kebebasan rakyat Hong Kong".
Selain itu, dalam sebuah pernyataan, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengatakan bahwa "Beijing dan perwakilan-perwakilannya di Hong Kong terus mengambil tindakan yang tidak konsisten dengan komitmen yang dibuat berdasarkan Deklarasi Bersama China-Inggris.
Deklarasi tersebut di antaranya mencakup transparansi, supremasi hukum, dan jaminan bahwa Hong Kong akan terus menikmati tingkat otonomi yang tinggi.
Tak terima, cabang Kementerian Luar Negeri China di Hong Kong membalasnya dengan menegaskan bahwa negara-negara asing tidak memiliki hak untuk campur tangan.
“Para politisi AS mengabaikan fakta, mendistorsi deklarasi bersama China-Inggris, menggunakan 'transparansi, supremasi hukum dan otonomi tingkat tinggi' sebagai alasan untuk membebaskan aktivis anti-China,” menurut pernyataan China pada Minggu (19/4/2020).
"Perilaku tidak bermoral dari berkolusi dengan para aktivis anti-China di Hong Kong akan dikutuk oleh komunitas internasional,” sambungnya.
Wabah penyakit virus corona pada dasarnya telah menghentikan protes di Hong Kong untuk menentang meningkatnya kontrol China atas kota itu.
Tindak kontrol oleh pemerintah China telah menyebabkan ratusan ribu orang turun ke jalan selama berbulan-bulan dalam rangkaian demonstrasi yang terkadang berubah menjadi aksi kekerasan.
Di sisi lain, Beijing telah memanfaatkan jeda protes ini untuk menegaskan kembali kekuatannya, termasuk dengan menunjuk Xia Baolong - pembantu dekat Presiden Xi Jinping - untuk mengawasi urusan di Hong Kong.