Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Prancis terpaksa merevisi perkiraan ekonomi dan keuangan untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari sepekan setelah Presiden Emmanuel Macron memperpanjang masa karantina nasional atau lockdown untuk memerangi virus corona (Covid-19).
Dilansir melalui Bloomberg, Prancis akan menyusun anggaran darurat dengan dasar perkiraan bahwa ouput ekonomi akan terkontraksi sebesar 8 persen pada 2020, lebih tinggi dari perkiraan awal 6 persen yang disampaikan pekan lalu.
Menurut Menteri Keuangan Bruno Le Maire, belanja anggaran tambahan untuk mendukung bisnis dan pekerja di tengah pembatasan ini akan meningkatkan defisit anggaran.
Sementara itu, situasi dapat berubah menjadi lebih buruk kapan saja ketika ketidakpastian krisis kesehatan masih menghantui Asia, ekonomi AS, hingga potensi penyebaran virus ke daratan Afrika.
"Kita harus terus waspada dengan setiap estimasi ini," ujarnya di BFMTV, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (14/4/2020).
Kebijakan ekonomi pemerintah Prancis ini sangat membebani keuangan publik karena negara tersebut menutupi sebagian besar pendapatan pekerja kasar, menunda atau bahkan membatalkan pengumpulan pajak, dan menjamin pinjaman untuk menghindari kebangkrutan.
Baca Juga
Le Maire mengatakan pemerintah diperkirakan akan menghabiskan sekitar 24 miliar euro untuk tunjangan pengangguran parsial, dan total pengeluaran darurat dapat dianggarkan lebih dari 100 miliar euro jika perlu.
Adapun, Menteri Anggaran Gerald Darmanin mengatakan di radio France Info bahwa defisit akan mencapai 9 persen dan utang publik sebesar 115 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Pekan lalu, pemerintah Prancis memperkirakan defisit akan mencapai 7,6 persen dan utang publik sebesar 112 persen dari PDB.
“Kami telah memilih untuk mengambil hutang demi menyelamatkan ekonomi kami. Lebih banyak hutang, lebih sedikit kebangkrutan,” kata Le Maire.