Bisnis.com, JAKARTA - Tampaknya aparat pemerintah Filipina di bawah kekuasaan Presiden Rodrigo Duterte menunjukkan sikap tegas bagi tiap pelanggar ketentuan lockdown di tengah meningkatnya wabah virus Corona (Covid-19) di sana.
Setelah menembak mati sejumlah bandar atau pengedar narkotika di masa awal pemerintahannya, pada 2016 lalu, kini mereka juga tak segan menembak warga yang melanggar ketentuan lockdown.
Adalah seorang pria berusia 63 tahun di Kota Nasipit, sebelah selatan Agusan del Norte, yang menjadi korban ketegasan para aparat Filipina. Kejadian itu terjadi di sebuah pos pemeriksaan virus Corona.
Pria tersebut diyakini mabuk saat polisi menanyakan ihwal virus Corona kala itu. Dan pria tersebut mengancam para pejabat desa dan polisi dengan senjata tajam saat itu, sebelum akhirnya ditembak mati polisi.
"Tersangka diperingatkan oleh petugas kesehatan desa ... karena tidak mengenakan masker," kata seorang polisi dalam sebuah laporan yang diberitakan media Al-Jazeera. "Tapi tersangka marah, menggunakan kata-kata memprovokasi dan akhirnya menyerang personel menggunakan sabit."
Insiden ini adalah kasus pertama yang dilaporkan polisi menembak warga sipil karena menolak mengikuti kebijakan lockdown demi menekan penyebaran kasus virus Corona.
Baca Juga
Sebenarnya aksi tersebut bukan tanpa peringatan sebelumnya. Beberapa waktu lalu, Presiden Duterte sudah mengingatkan para anak buahnya untuk mengambil sikap bagi siapa pun yang melanggar kebijakan lockdown.
"Ikuti pemerintah saat ini karena sangat penting bahwa kami memiliki pesanan," kata Duterte dalam pidato nasional televisi larut malam beberapa waktu lalu.
"Dan jangan membahayakan pekerja kesehatan, dokter ... karena itu adalah kejahatan serius. Perintah saya kepada polisi dan militer, jika ada yang membuat masalah, dan hidup mereka dalam bahaya: tembak mereka mati."
Karuan penembakan pertama ini mengundang reaksi sejumlah pihak. Salah satunya Amnesty International. Mereka menyesalkan fakta bahwa para pemimpin di sejumlah negara yang memiliki sikap seperti Duterte, telah menggunakan pandemi virus Corona "untuk lebih jauh melumpuhkan kritik dan perbedaan pendapat".
"Ini adalah krisis kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tetapi Presiden Duterte fokus pada menyerang kebebasan berbicara dan berkumpul," kata Butch Olano, direktur Amnesty International di Filipina.