Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga hukum dan peradilan seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mempertimbangkan untuk melakukan sistem peradilan dan pemeriksaan menggunakan perangkat teknologi.
Pemeriksaan menggunakan teknologi seperti video conference perlu dipertimbangkan saat situasi seperti sekarang akibat pandemi virus corona.
Ahli hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Muhammad Taufiq mengatakan bahwa kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) memang belum mengatur penggunaan video conference atau teleconference sebagai sarana peradilan dan pemeriksaan tersangka ataupun saksi.
Akan tetapi, kata Taufiq UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, memungkina mekanisme itu dilakukan.
“MK [Mahkamah Konstitusi] sudah pernah dan sering teleconference, memang sesuai KUHAP Pasal 185 keterangan saksi yang kuat adalah apa yang disampaikan di dalam sidang, tapi dalam kondisi abnormal itu bisa dilakukan demi menegakkan keadilan dan menjalankan asas peradilan yang cepat dan murah,” ujarnya Senin (23/3/2020).
Seperti diketahui, lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pemeriksaan saksi dengan mekanisme pemeriksaan langsung.
Hanya saja, mekanisme itu disebut KPK dilakukan dengan mitigas yang ketat untuk mencegah penyebaran virus corona.
Selain itu, Mahkamah Agung (MA) juga tetap menggelar sejumlah persidangan dengan berbagai pertimbangan.
Taufiq berpandangan pelaksanaan persidangan memang tidak bisa ditunda karena untuk memberikan kepastian hukum bagi tersangka maupun terdakwa.
Hanya saja, hal itu perlu dipertimbangkan dengan memakai teknologi yang ada.
“Kalau ditunda karena alasan pandemi, justru melanggar HAM [hak asasi manusia] dan kepastian hukum. Kasihan orang yang berposisi sebagai tersangka atau terdakwa, dia dilanggar dua haknya sekaligus HAM dan kepastian hukum.”