Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejaksaan Belum Pernah Eksekusi Karen Agustiawan ke Lapas, Ini Alasannya

Selama ini mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan belum pernah dieksekusi oleh pihak kejaksaan ke Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu.
Karen Agustiawan saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (14/2/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Karen Agustiawan saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (14/2/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Hingga Mahkamah Agung menjatuhkan vonis lepas, eks-direktur utama PT Pertamina Karen Agustiawan belum pernah menjalani penahanan di Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu Jakarta.

Hal itu diakui pihak Kejaksaan Agung. Kejagung menjelaskan mengapa selama ini belum melakukan eksekusi badan (penahanan) terhadap Karen Galaila Agustiawan dengan mengirimnya ke Lapas Perempuan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan Karen Agustiawan belum dieksekusi ke Lapas Perempuan karena pihak penasihat hukum masih mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi dan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hal itu membuat putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masih belum berkekuatan hukum tetap (Inkracht).

"Jadi alasan tim JPU masih belum mengeksekusi yang bersangkutan karena dia masih melakukan upaya hukum banding hingga kasasi, jadi belum inkracht," tutur Hari di Kejaksaan Agung, Selasa (10/3/2020).

Sementara itu, Kuasa Hukum Karen Agustiawan, Susilo Ariwibowo mengemukakan jika pihaknya kalah pada saat kasasi, maka kliennya baru dapat dieksekusi ke Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu Jakarta oleh JPU.

"Kan putusannya masih belum inkracht, jadi belum dieksekusi. Itu ada aturannya di Kemenkumham," kata Susilo.

Susilo juga menjelaskan sejak perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 masuk ke tahap penyidikan hingga saat ini, Karen Agustiawan telah menjalani penahanan di Rutan Salemba cabang Kejagung.

"Total sudah 1,5 tahun Bu Karen menjalani proses penahanan," ujar Susilo.

Seperti diketahui Mahkamah Agung telah menjatuhkan vonis lepas terhadap eks-Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, menjelaskan bahwa Karen Agustiawan disebut tidak melakukan perbuatan tindak pidana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Menurut Abdullah, dalam perkara tersebut, Karen Agustiawan hanya menjalankan keputusan yang ada di rapat direksi bersama para pimpinan PT Pertamina (Persero) lainnya.

"Jadi dia hanya menjalankan hasil rapat direksi ya. Itu tidak masuk kategori pidana. Kecuali kalau dia tidak menjalankan hasil rapat itu, bisa disebut sebagai pidana," tuturnya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Selasa (10/3/2020).

Awal Kasus

Kasus yang menjerat Karen terjadi pada 2009. Saat itu Pertamina melalui anak peru­sahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akui­sisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase-BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transak­sinya mencapai US$31 juta.

Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dike­luarkan setara Rp568 miliar Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga 812 barrel per hari.

Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebe­sar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil me­mutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksinya.

Investasi yang sudah dilaku­kan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejagung menemukan ada dugaan penyim­pangan dalam proses pengusu­lan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan in­vestasi tanpa didukung feasi­bility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper