Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membenarkan telah menjatuhkan vonis lepas terhadap terdakwa eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, menjelaskan bahwa Karen Agustiawan disebut tidak melakukan perbuatan tindak pidana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
Menurutnya, dalam perkara tersebut, Karen Agustiawan hanya menjalankan keputusan yang ada di rapat direksi bersama para pimpinan PT Pertamina (Persero) lainnya.
"Jadi dia hanya menjalankan hasil rapat direksi ya. Itu tidak masuk kategori pidana. Kecuali kalau dia tidak menjalankan hasil rapat itu, bisa disebut sebagai pidana," tuturnya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Selasa (10/3/2020).
Abdullah mengakui bahwa MA telah menjatuhkan vonis lepas terhadap Karen Agustiawan yang telah mengajukan upaya Kasasi di MA. Padahal, pada pengadilan tingkat pertama Karen Agustiawan telah dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan korupsi dan divonis 8 tahun penjara.
"Iya, divonis lepas. Pembacaan petikannya siang ini," katanya.
Abdullah menjelaskan bahwa vonis lepas berbeda dengan vonis bebas.
Vonis bebas, dia menjelaskan adalah semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti di pengadilan.
"Kalau vonis lepas itu perbuatannya terjadi, tetapi bukan merupakan kejahatan atau tindak pidana ya," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus tersebut terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata, Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan ada dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar