Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch mempertanyakan keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan kasus yang dihentikan oleh KPK diduga berkaitan dengan korupsi yang melibatkan aktor penting seperti kepala daerah, aparat penegak hukum, dan anggota legislatif.
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara. Apalagi ketua KPK merupakan polisi aktif sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan," jelas Wana, Kamis (20/2/2020).
Wana mengatakan, penghentian penyelidikan pun mestinya melalui proses gelar perkara yang melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum. "Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" kata Wana.
ICW menyebutkan penghentian 36 perkara di tingkat penyelidikan sudah diprediksikan akan terjadi ketika Firli Bahuri dan empat orang lainnya dilantik menjadi Pimpinan KPK. Hal tersebut terbukti dari beredarnya pernyataan resmi KPK.
KPK menyatakan bahwa sejak tahun 2016 telah ada 162 kasus yang dihentikan. Maka artinya rata-rata kasus yang dihentikan setiap bulannya berkisar 2 kasus. Tapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per-bulannya.
"Jika dibandingkan dengan kinerja penindakan, belum ada satu pun kasus yang disidik di era pimpinan saat ini. Kasus OTT Bupati Sidoarjo dan juga OTT salah satu komisioner KPU bukan merupakan hasil pimpinan KPK saat ini," jelasnya.
Banyaknya jumlah perkara yang dihentikan KPK pada proses penyelidikan menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan tahun sebelumnya.