Kabar24.com, JAKARTA — Kerugian badan usaha milik negara atau BUMN dapat menjerat direksi asalkan niat jahat melakukan tindak pidana korupsi mampu dibuktikan oleh jaksa penuntut umum.
Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Mahkamah Agung (MA), Ansori, mengakui potensi tumpang tindih hukum dalam perkara dugaan korupsi di tubuh BUMN. Selain hukum pidana, kerugian BUMN bisa masuk ranah hukum administrasi dan hukum perdata.
Untuk itu, menurut Ansori, majelis hakim perlu memiliki pengetahuan mumpuni mengenai tiga hukum tersebut. Bila niat jahat yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU) terbukti, perbuatan direksi BUMN masuk tindak pidana korupsi.
“Itu yang perlu diuji di pengadilan. Yang jelas korporasi adalah satu satu subjek hukum di samping perorangan. Dalam hal ini direksi sebuah perusahaan, termasuk komisaris, bisa jadi subjek hukum,” ujarnya dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim MA di Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Ansori mengemukan pendapat tersebut sebagai jawaban untuk Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengenai doktrin business judgment rule. Menurut Taufik, bisa saja terjadi kerugian akibat pengambilan keputusan direksi BUMN, tetapi tidak didasarkan niat jahat (mens rea).
Politisi Partai Nasdem ini menambahkan bahwa konsep business judgment rule telah diadopsi dalam Pasal 97 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Keputusan direksi, kata dia, mendapatkan perlindungan meski perusahaan merugi.
“Tak ada kehendak jahat, permufakatan jahat. Tapi ada kealpaaan dalam memenuhi syarat-syarat,” ujar Taufik.
Tindak pidana korupsi di tubuh BUMN juga menjadi sorotan kolega Taufik, Arsul Sani. Dia menyoroti aset BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, tetapi masih dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi apabila terjadi kerugian.
Menanggapi pertanyaan itu, Ansori mengatakan pemisahan aset BUMN tidak serta-merta menghilangkan status kekayaan negaranya. Mengacu konsep itu, kerugian perusahaan pelat merah maupun anak usahanya masuk dalam kategori kerugian negara.
“Kita kembali saja ke normanya. Kalau menghendaki aset BUMN dipisahkan agar tak terjangkau tindak pidana korupsi, barangkali revisi dahulu UU terkait kekayaan negara,” ujar Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah ini.
Perbuatan korupsi dengan parameter kerugian negara kembali mencuat sejak munculnya kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Terhadap kasus itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan dua bekas direksi Jiwasraya sebagai tersangka.