Bisnis.com, JAKARTA — Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan resmi ditahan di rumah tahanan Polisi Militer Kodam Jaya, Guntur menyusul dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu (8/1/2020) dan Kamis (9/1/2020).
"Tersangka WSE [Wahyu Setiawan] ditahan 20 hari pertama di rutan Pomdam Jaya Guntur," ujar Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui layanan pesan singkat, Jumat (10/1/2020) dini hari.
Wahyu ditahan seusai menjalani pemeriksaan intensif terkait perkara dugaan suap penetapan anggota DPR terpilih 2019—2024.
Sementara tersangka lain, mantan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, ditahan di rutan K4 yang berada di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun, tersangka terduga pemberi suap, Saeful, ditahan di rutan gedung KPK lama, kaveling C1, sedangkan politisi PDIP Harun Masiku diketahui masih buron.
Baca Juga
Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan melalui Agustiani diduga menerima suap dengan tujuan agar politisi PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW) terhadap Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Namun, dalam rapat pleno, KPU menetapkan nama pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai pengganti Nazarudin.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR penggantian antarwaktu tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu menerima Rp400 juta yang akan diterima melalui Agustiani.
Adapun, sumber dana Rp400 juta melalui perantara yang diduga diberikan pada Wahyu itu masih didalami KPK.
Wahyu Setiawan dan Agustiani lantas disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun, Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.