Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka terkait Penetapan Anggota DPR terpilih 2019-2024. Wahyu ditangkap saat berada di bandara.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu dan Kamis (8-9/1/2020).
Adapun kedelapan orang itu adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan; orang kepercayaan Wahyu sekaligus mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina; pihak swasta Saeful; advokat Doni; dan asisten Wahyu bernama Rahmat Tonidaya.
Kemudian, keluarga Wahyu Setiawan bernama Ida, Wahyu Budiyani dan seorang sopir Saeful bernama Ilham.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan bahwa mulanya tim menerima informasi adanya transaksi dugaan permintaan uang oleh Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Agustiani Tio Fridelina pada Rabu (8/1/2020).
Menindaklanjuti informasi itu, lanjut dia, petugas KPK kemudian bergerak untuk mengamankan Wahyu Setiawan dan Rahmat Tonidaya di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 12.55 WIB.
Tim lain yang ditugaskan secara terpisah mengamankan Agustiani di rumah pribadinya, Depok, pada pukul 13.14 WIB.
"Dari ATF [Agustiani Tio Fridelina], tim mengamankan uang setara dengan sekitar Rp400 juta dalam bentuk mata uang dolar Singapura dan buku rekening yang diduga terkait perkara," ujar Lili dalam konferensi pers, Kamis (9/1/2020).
Selanjutnya, tim lain mengamankan Seaful, Doni dan Ilham di sebuah restoran di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, pukul 13.26 WIB. Terakhir, petugas KPK juga mengamankan Ida dan Wahyu Budiyani di rumah pribadinya di Banyumas.
Delapan orang tersebut lantas dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Hasilnya, setelah melakukan gelar perkara KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Selain Wahyu Setiawan, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, politisi PDIP Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful.
KPK meminta Harun Masiku yang sudah menjadi tersangka menyerahkan diri. Harun adalah pihak yang diduga pemberi suap pada Wahyu Setiawan.
"KPK meminta tersangka HAR [Harun Masiku] segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif," kata Lili.
Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan melalui Agustiani diduga menerima suap yang bertujuan agar politisi PDIP Harun Masiku menjadi pengganti antar waktu (PAW) di DPR atas nama Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu tersebut.
Kemudian, untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian, yaitu pada pertengahan Desember 2019 senilai Rp400 juta dari salah satu sumber dana yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, advonat bernama Doni dan Saeful.
"WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," lanjut Lili.
Penyerahan berlanjut pada akhir Desember 2019 senilai Rp850 juta dari Harun Masiku pada Saeful melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
Dari uang itu, Saeful lantas memberikan uang Rp150juta pada Doni dan sisanya Rp700 juta yang masih berada di tangan Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani yang Rp250 juta untuk operasional.
"Dari Rp450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ujar Lili.
Namun, pada 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat Pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal.
Setelah gagal di Rapat Pleno KPU, kata Lili, Wahyu Setiawan kemudian menghubungi advokat Doni menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi PAW.
Sehari setelahnya, WSE, Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani yang kemudian berujung operasi tangkap tangan.
"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang RP400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk dolar Singapura," tutur Lili.
Wahyu Setiawan dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.