Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi mengajukan gugatan praperadilan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.
Tersangka suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar itu menggugat lewat praperadilan atas penetapan status tersangka oleh KPK.
Menanggapi hal itu, Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri memastikan bahwa pihaknya siap menghadapi gugatan yang diajukan Nurhadi mengingat penyidik tak sembarang menetapkan seorang sebagai tersangka.
"Kami juga sangat meyakini bahwa sejak awal kasus ini memang didasarkan pada bukti-bukti yang yang kuat," kata Ali, Selasa (31/12/2019).
Ali mengatakan bahwa kasus yang menjerat Nurhadi merupakan pengembangan perkara dari operasi tangkap tangan mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution terkait dengan suap pengurusan perkara di MA yang perkaranya telah diselesaikan.
Untuk itu, Tim Biro Hukum KPK segera menyiapkan jawaban atas permohonan praperadilan tersebut.
"Nanti kami akan pelajari lebih lanjut materi permohonan praperadilan tersebut."
Terpisah, kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail mengaku telah mengajukan permohonan praperadilan yang didaftarkan di pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Desember 2019 dengan beberapa alasan.
"Salah satu argumen yang kami sampaikan bahwa beliau [Nurhadi] belum pernah diperiksa sebelumnya dalam proses penyelidikan perkara yang beliau jadi tersangka," katanya, Selasa.
Selebihnya, tim kuasa hukum akan memaparkan semua argumen di persidangan yang rencananya akan digelar perdana dengan agenda pembacaan permohonan pada Senin pekan depan.
"Panggilan sidang tanggal 6 Januari 2020," ujarnya
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka.
Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.
Dalam kasus suap, Nurhadi dan menantunya itu diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA.
Pertama, melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero).
Kemudian, terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT dengan menerima Rp33,1 miliar.
Adapun terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky dalam rentang Oktober 2014–Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.
Ketiga tersangka pun sudah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan ke depan terhitung sejak Kamis 12 Desember lalu.
Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.