Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan bahwa dirinya akan mengirim pasukan ke Libya mulai tahun baru atas permintaan Tripoli menyusul meningkatnya serangan dari pasukan Khalifa Haftar.
Langkah itu akan menempatkan konflik negara Afrika Utara berada di pusat gesekan regional yang lebih luas.
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya yang diakui secara internasional di Tripoli telah berjuang untuk menangkis pasukan Jenderal Khalifa Haftar, yang didukung oleh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
Seorang pejabat di Tripoli mengonfirmasi bahwa permintaan resmi dukungan militer Turki di udara, darat, dan laut telah diajukan meski sebelumnya Menteri Dalam Negeri GNA Fathi Bashagha mengatakan kepada wartawan di Tunis bahwa belum ada permintaan semacam itu yang diajukan. Akan tetapi, juru bicara pasukan Haftar, yang berbasis di Libya timur, tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Para pejuang Haftar gagal mencapai wilayah pusat Tripoli, tetapi meraih kemenangan kecil dalam beberapa pekan terakhir di beberapa pinggiran selatan Ibu Kota dengan bantuan pejuang Rusia dan Sudan, serta drone yang dikirim oleh UEA, menurut sejumlah diplomat.
Drone buatan China telah memberikan Haftar "superioritas udara lokal" karena dapat mengangkut lebih dari delapan kali berat bahan peledak daripada drone yang diberikan Turki kepada GNA selain mampu menjangkau seluruh wilayah Libya, menurut laporan AS pada November lalu.
Baca Juga
Bulan lalu, Ankara menandatangani dua perjanjian terpisah dengan GNA, yang dipimpin oleh Fayez al-Serraj. Satu tentang kerja sama keamanan dan militer dan satu lagi mengenai batas-batas laut di Mediterania timur.
"Karena ada permintaan [dari Libya] sekarang, maka kami akan menerimanya," kata Erdogan kepada anggota Partai AK-nya dalam pidatonya seperti dikutip Reuters, Jumat (27/12).
Dia memastikan akan menyusun RUU tentang pengiriman pasukan ke Libya begitu sidang parlemen dibuka sekitar 9 Januari 2020.
Moskow telah menyuarakan keprihatinan atas penyebaran Turki untuk mendukung GNA.
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara kepada Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte pada Kamis (26/12/2019) dan mereka sepakat krisis itu harus diselesaikan secara damai.