Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil pihak yang diduga mengetahui kontruksi perkara dugaan suap distribusi gula di holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III pada 2019.
Kedua orang itu adalah Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil dan Komisaris Utama PTPN VI Muhammad Syarkawi Rauf.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa keduanya dipanggil untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IKL [I Kadek Kertha Laksana]," ujar Febri, Senin (16/12/2019).
Arum Sabil dan Syarkawi sebelumnya pernah dipanggil penyidik KPK untuk pemeriksaan kasus ini. Terakhir, Syarkawi mangkir dari panggilan KPK pada Senin (2/12/2019) lalu. Mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu mangkir tanpa alasan yang jelas.
Adapun penyidik terus menggali keterangan dari para ketua asosiasi petani tebu untuk mendalami kontruksi perkara ini. Selain Arum Sabil, penyidik juga sebelumnya memanggil Ketua APTRI PTPN X, H. Mubin dan Ketua APTRI XI, Edi Sukamto.
Dalam kasus ini, Arum Sabil dan Syarkawi Rauf diduga mempunyai peran yang signifikan. Syarkawi masuk dalam dakwaan jaksa penuntut umum KPK karena turut menerima uang sebesar Sin$190.300 atau setara Rp1.966.500.000 secara dua tahap.
Uang itu diterima dari pemilik PT Fajar Mulia Trasindo Pieko Njotosetiadi terkait pembuatan kajian guna menghindari kesan adanya praktik monopoli perdagangan melalui sistem long term contract oleh perusahaan Pieko.
Hal itu atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia yang distribusi pemasarannya dikoordinir oleh PTPN III (Persero) Holding Perkebunan.
Tahap pertama, Syarkawi menerima uang pada 2 Agustus 2019 di Hotel Santika Jakarta Selatan sebesar Sin$50.000 atau setara Rp516.500.000. Kedua, pada 29 Agustus 2019 sebesar Sin$140.300 atau setara Rp1.450.000.000.
Jaksa menyebut uang itu diserahkan melalui I Kadek Kertha Laksana di ruangan kerja Kadek Kertha di PTPN III lantai 15 Gedung Agro Plaza Jl. HR. Rasuna Said Kav. X2 No.1 Setiabudi Kuningan Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Dirut PTPN III Dolly Pulungan, Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana dan pemilik PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njotosetiadi, sebagai tersangka.
Adapun Pieko didakwa menyuap Dolly Pulungan melalui Kadek Kertha sebesar Sin$345.000 atau setara Rp3.550.935.000 melalui terkait dengan pemberian persetujuan LTC.
Kasus ini bermula dari kegiatan tangkap tangan di Jakarta yang berhasil menjaring lima orang pada Senin dan Selasa, 2-3 September 2019.
Mulanya, perusahaan PT Fajar Mulia Transindo milik Pieko ditunjuk sebagai distributor gula dalam skema long term contract dengan PTPN III pada awal 2019.
Dalam kontrak ini, perusahaan Pieko mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak berlangsung. Adapun di PTPN III terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan.
Akan tetapi penetapan harga gula tersebut disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, Pieko, dan Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil.
Pada 31 Agustus 2019, Pieko, Dolly dan Arum Sabil bertemu di Hotel Shangri-La, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Dolly diduga meminta uang pada Pieko untuk menyelesaikan urusan pribadinya melalui Arum Sabil.
Setelah pertemuan itu, Dolly lantas meminta I Kadek Kertha Laksana untuk menemui Pieko guna menindaklanjuti permintaan uang sebelumnya.
Adapun uang yang diberikan Pieko berjumlah 345.000 dolar Singapura yang diduga merupakan fee terkait distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III.
Dalam kasus ini Pieko Njotosetiadi telah didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun Dolly dan Kadek Kertha disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.