Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Klaim Fase Pertama Perjanjian Dagang Positif bagi Ekonomi Global

Fase pertama kesepakatan dagang AS-China telah diumumkan pada Jumat (13/12/2019).
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah AS menilai fase pertama perjanjian dagang dengan China merupakan hal yang sangat baik untuk pertumbuhan ekonomi global.
 
Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengungkapkan kesepakatan dagang dengan China bertujuan untuk menciptakan hubungan dagang yang resiprokal selama bertahun-tahun ke depan. Langkah ini juga diyakini akan berdampak baik untuk pertumbuhan ekonomi global.

Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi global melambat menjadi 2,6 persen pada 2019, sebelum naik tipis menjadi 2,7 persen pada tahun depan. 
 
Adapun Mnuchin menyatakan isi detail kesepakatan dagang fase pertama itu akan disampaikan pada akhir pekan ini.
 
"Kami berharap eksekusinya bisa dilakukan penuh pada Januari [2020]. Lalu, kita masuk ke fase kedua," ujarnya di sela-sela Doha Forum di Doha, Qatar, seperti dilansir Reuters, Minggu (15/12/2019).
 
Mnuchin menegaskan hal paling penting yang harus dilakukan adalah memastikan implementasi fase pertama ditegakkan. Setelah itu, waktunya membahas fase kedua.
 
Dia menuturkan ada beberapa hal yang masih harus dinegosiasikan di fase kedua.
 
"Mungkin nanti akan ada fase kedua A, fase kedua B, dan fase kedua C. Kita lihat saja nanti," ucap Mnuchin.
 
Perjanjian dagang fase pertama antara AS dengan China telah diumumkan pada Jumat (13/12). Dalam tahapan ini, Washington memangkas bea masuknya dengan balasan China membeli produk pertanian dan komoditas AS lain dengan jumlah yang signifikan. 
 
Perang dagang AS-China telah terjadi sejak 1,5 tahun lalu, dipicu oleh keinginan Presiden AS Donald Trump untuk memangkas defisit neraca dagang AS dengan Negeri Panda. Negosiasi antara kedua negara sudah berlangsung berkali-kali, tapi hubungan kedua negara dengan ekonomi terbesar dunia itu masih belum membaik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper