Bisnis.com, JAKARTA - Para pengungsi Rohingya yang sejak beberapa tahun terakhir tinggal di kamp-kamp di Cox's Bazar, Bangladesh, mendesak Mahkamah Internasional menyatakan Myanmar bertanggung jawab atas terjadinya "genosida".
Mohammed Zobayer, 19 tahun mengatakan dirinya menyaksikan perkosaan, penyiksaan dan pembunuhan. Dia mengaku yang bisa dia lakukan adalah lari menyelamatkan diri ketika rumah-rumah warga dibakar.
"Saatnya sekarang masyarakat internasional bertindak dan meminta pertanggungjawaban Myanmar. Mereka harus bertanggung jawab atas terjadinya genosida terhadap warga Rohingya," kata Zobayer seperti dikutip BBC.com, Selasa (10/12/2019).
Lebih dari 730.000 warga minoritas muslim Rohingya menyelamatkan diri ketika militer Myanmar melancarkan operasi militer pada 2017.
PBB menyatakan warga Rohingya dibunuh "dengan niat memusnahkan mereka". Tindakan militer Myanmar "mencakup pembunuhan massal dan perkosaan", kata PBB.
Myanmar selalu membantah tudingan genosida dengan alasan bahwa tindakan militer adalah respons atas serangan yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Rohingya.
Ratusan ribu warga Rohingya kini tinggal di tempat-tempat penampungan pengungsi di Bangladesh selatan.
Myanmar digugat ke Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag yang sidangnya dimulai hari ini hingga Kamis (12/12/2019). Gugatan diajukan oleh negara kecil Afrika barat, Gambia.
Tahun lalu, PBB mengeluarkan laporan yang mengecam kekerasan di Myanmar, dengan menyatakan para pemimpin militer seharusnya diadili terkait genosida. Namun, Pemerintah Myanmar menyangkal tentaranya melakukan kejahatan tersebut.
Misi Pencari Fakta Internasional PBB terkait Myanmar (Independent International Fact Finding Mission) pada bulan Agustus 2018 menyatakan taktik militer "sangat tidak sepadan dengan ancaman keamanan yang ada" dan "keperluan militer tidak pernah dapat menjadi pembenaran bagi pembunuhan tanpa pandang bulu, perkosaan berkelompok terhadap perempuan, penyerangan pada anak-anak dan pembakaran keseluruhan desa".